Rio Adhitya Cesart

Kita Berbagi Masalah Kita Berbagi Solusi

Makalah Kepemimpinan

INDIKATOR SEORANG PEMIMPIN YANG BERMORAL DAN BERSIFAT EFISIEN

logo_unsoed.png





NAMA          : RIO ADHITYA CESART
NIM              : D1E013170
KELAS        : B


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PETERNAKAN
PURWOKERTO

2014


I.       PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
            Definisi mengenai kepemimpinan ada banyak. Hal ini dikarenakan banyak sekali orang yang telah mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan tersebut. Namun demikian, semua definisi kepemimpinan mempunyai arti yang sama.Kepemimpinan sendiri mengandung arti proses mempengaruhi orang lain sehingga orang yang dipengaruhi mau mengikuti arahan sang pemimpin.
            Saat dilakukan suatu telaah terhadap seratus tokoh berpengaruh di dunia, Muhammad saw diakui sebagai seorang tokoh yang paling berpengaruh dan menduduki rangking pertama. Ketinggian itu dilihat dari berbagai perspektif, misalnya sudut kepribadian, jasa-jasa dan prestasi beliau dalam menyebarkan ajaran Islam pada waktu yang relatif singkat. Rasulullah adalah pemimpin ulung dan manager terhebat sepanjang sejarah kemanusiaan. Perwujudan kepemimpinan beliau dengan memberi pendidikan dan pengajaran yang baik kepada umat dengan keteladanan yang baik (uswatun hasanah).
            Karakteristik pemimpin yang baik diantaranya memiliki hubungan dekat dengan Allah SWT. Dalam hal ini berarti pemimpin mempunyai dua fungsi yaitu sebagai pemimpin yang mengabdi kepada Allah (Abdullah) dan mengabdi kepada negaranya sebagai pemimpin (Khalifah) di muka bumi sebagai amanat dari Allah untuk mengelola bumi dan alam raya ini. Untuk mewujudkan semua itu, maka tujuan hidup manusia terbagi menjadi dua macam yaitu tujuan dalam jangka panjang (surga) dan tujuan dalam jangka pendek (kemakmuran).
            Selain yang telah disebutkan, adapun karakter seorang pemimpin yaitu efisien. Efisien atau tidak boros adalah suatu sikap dan perbuatan yang memang sudah diterangkan dalam Al-Quran dalam  penjabarannya yaitu sesuatu yang kita kerjakan berkaitan dengan menghasilkan hasil yang optimal dengan tidak membuang banyak waktu dalam proses pengerjaannya. Beberapa cara mengefisienkan waktu, diantaranya dengan dakwah, membaca, suka menolong, dan bergaul dengan baik. Sosok seorang pemimpin yang “lebih baik” atau lebih efektif dan memiliki  rencana tindakan yang lengkap untuk meningkatkan kerja pimpinan dan staf yang berada dibawahnya.
            Pemimpin haruslah memiliki sikap penolong. Penolong merupakan perintah Allah SWT untuk saling tolong menolong sesama manusia dalam hal kebaikan dan ketakwaan seperti yang tercantum dalam Q.S. Al-Maidah ayat 2 dan Q.S. Al Ashr ayat 1-3. Perwujudan dari pemimpin yang penolong diantaranya suka meringankan beban orang lain, tolong-menolong dalam kebaikan (taqwa) dan jangan tolong-menolong dalam dosa.
            Setelah semua itu dimiliki tidak kalah pentingnya bahwa seorang pemimpin harus bagus moralitasnya. Adapun lima nilai moral dalam islam diantaranya tauhid (nilai kebebasan) dimana tidak terikat kepada siapapun kecuali kepada Allah. Kedua, nikah  (nilai keluarga) yang merupakan sunnah rasulullah. Selanjutnya aaa hayati (nilai kemanusiaan), adil (nilai keadilan) yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya. Serta yang kelima, amanah (nilai kejujuran) dapat ditampilkan dalam  bentuk keterbukaan, kejujuran, pelayanan yang optimal, ihsan (berbuat yang terbaik dalam segala hal untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat). Jika seseorang amanah maka dirinya akan terhindar dari kolusi, korupsi dan manipulasi serta akan dapat memberikan kepercayaan penuh dari anggotanya atau orang lain sehingga program-program kepemimpinan akan dapat dukungan optimal dari para anggotanya.
            Seorang pemimpin dalam berorganisasi harus mampu bersikap professional. Keprofesionalan disini dimaksudkan ahli dalam bidangnya. Perwujudan dari sikap ini diantaranya yaitu bekerja sebagai ibadah, bekerja sebagai sebuah amanah, bekerja dengan sungguh-sungguh, menghargai waktu, kerjasama, bekerja dengan pengetahuan, bekerja dengan memiliki keahlian, dan pengendalian mutu. Dengan begitu dapat menciptakan karakteristik pemimpin yang berkualitas nantinya.
1.2  Tujuan
A.    Mempelajari gaya kepemimpinan Rosulullah Saw
B.     Mempelajari pemimpin yang hubungannya dekat dengan Allah SWT
C.     Mempelajari pemimpin yang efisien
D.    Mempelajari pemimpin baik yang berjiwa penolong
E.     Mempelajari indikator seorang pemimpin yang bermoral
F.      Mempelajari karakteristik pemimpin yang profesional


II.    GAYA KEPEMIMPINAN RASULULLAH SAW


            Kepemimpinan adalah proses memengaruhi orang lain kearah tujuan organisasi (Brahmasari, 2008). Kepemimpinan merupakan kemampuan pemimpin untuk mempengaruhi karyawan dalam sebuah organisasi, sehingga mereka termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi (Maulizar, 2012). Shihab menyatakan bahwa di dalam kitab suci Al-Qur’an terdapat dua kata yang dipergunakan untuk menunjuk makna kepemimpinan. Pertama menggunakan istilah khalifah, dan kedua memakai istilah imam. Secara semantik istilah khalifah dan imam memiliki makna yang sama. Khalifah diambil dari kata “belakang” yang kemudian diartikan “mengikuti” atau “mendorong”. Sedangkan istilah imam digunakan untuk keteladanan. Dinyatakan pula bahwa di dalam Al-Qur’an istilah imam muncul sebanyak tujuh kali dengan makna yang berbeda-beda. Walaupun begitu, keseluruhan maknanya tertuju pada arti “sesuatu yang dituju” dan atau “diteladani”. Selain itu, di dalam Al-Quran memuat pula istilah aimmah sebagai bentuk jamak dari imam. (Kartakusumah, 2006).
            Kepemimpinan berasal dari kata pemimpin yang berarti seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan dan kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama–sama melakukan aktifitas tertentu demi pencapaian suatu sasaran dan tujuan. (Kumayas, 2014). Pemimpin adalah orang yang membina dan mengerakan seseorang atau kelompok orang lain agar mereka bersedia, komitmen, dan setia melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya didalam mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan kepemimpinan (leadership) sifat atau karakter, atau cara seseorang dalam upaya membina dan mengerakan seseorang atau sekelompok orang agar mereka bersedia, komitmen, dan setia untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya untuk mewujudkan tujuan perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya. (Artana, 2012).
            Kepemimpinan ialah suatu kegiatan atau kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran, atau sesuatu upaya penggunaan jenis pengaruh bukan paksaan atau motivasi orang lain guna mencapai tujuan. (Marjukah, 2013). Gaya kepemimpinan merupakan  norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut dapat bereaksi secara dimanis berubah seiring dengan kondisi. Pemantauan dilakukan disetiap kegiatan operasional perusahaan (Dewi, 2012). Kepemimpinan yang harus dijalankan oleh seorang pemimpin adalah peran membangkitkan semangat kerja. Peran ini dapat dijalankan dengan cara memberikan pujian dan dukungan. Pujian dapat diberikan dalam bentuk penghargaan dan insentif.Sebagai sumber inspirasi, seorang pemimpin tidak hanya menunjukkan dalam kata dan ucapan saja, melainkan juga tindakan dan perilaku sehari-hari (Rivai, 2007)
2.1. Macam – Macam Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan merupakan norma yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang dilihat (Marjukah, 2013). Gaya kepemimpinan dibedakan menjadi empat antara lain sebagai berikut:
1        Telling
Seorang pemimpin yang senang mengambil keputusan sendiri dengan memberikan intruksi yang jelas dan mengawasinya secara ketat dan memberikan penilaian kepada mereka yang tidak melaksanakannya sesuai dengan apa yang diharapkan pemimpin.
2        Selling (coaching)
Seorang pemimpin yang mampu melibatkan bawahan dalam perbuatan suatu keputusan. Pemimpin bersedia membagi persoalan dengan bawahannya, dan sebaliknya persoalan dari bawahan selalu didengarkan serta memberikan pengarahan mengenai apa yang seharusnya dilakukan.
3        Participating ( Develophing / Encouraging )
Salah satu ciri dari kepemimpinan ini adalah adanya kesediaan dari pemimpin untuk memberikan kesempatan bawahan untuk berkembang dan bertanggungjawab serta memberikan dukungan sepenuhnya mengenai apa yang mereka perlukan
4        Delegating
Dalam gaya ini pemimpin memberikan banyak tanggungjawab kepada bawahannyadan memberikan kesempatan kepada mereka untuk memutuskan persoalan (Moeljono, 2008).
            Telling merupakan (bercerita) berlaku dalam situasi orientasi tugas tinggi dan orientasi hubungan rendah, dan pegawai sangat tidak dewasa, sehingga pemimpin harus memberikan pengarahan dan petunjuk untuk mengerjakan berbagai tugas (Wibowo, 2011). Delegating merupakan Pemimpin yang selalu melakukan rotasi pendelegasian atau tanggung jawab kepada bawahannya. Jika kemampuan dan kemauan bawahan sama-sama tinggi maka seorang pemimpin tinggal melakukan gaya pendekatan delegating (mendelegasikan tugas secara penuh dan hanya melakukan pengontrolan secara garis besar dan sekaligus menerima laporan saja dari bawahan tersebut, artinya bawahan sudah sampai pada tahap dilepas secara penuh) (Malahayati,2010)..
2.2. Studi Kasus Kepemimpinan Rasul Saat Hijrah
            Hijrah itu pada dasarnya mencakup tiga aspek. Pertama, segala sesuatu yang harus dihindarkan; kedua, segala sesuatu yang harus ditegakkan; dan ketiga, segala sesuatu yang harus dijalankan secara konsisten dan tidak ke luar dari batas-batas yang telah ditentukan. Secara operasional hijrah dapat dirumuskan sebagai upaya meninggalkan segala kesulitan menuju berbagai kemudahan serta tidak ke luar dari ketentuan yang telah ditetapkan oleh shari‘at, baik secara lahiriah mapun batiniah. Atau dengan kata lain bahwa hijrah adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam menjauhkan diri dari berbagai bentuk penyimpangan menuju tata aturan secara benar dan konsisten. (Aswadi, 2011).
2.2.1.    Nabi Muhammad SAW (53 tahun) ahli aqidah
            Akidah berarti “ikatan”. Akidah seseorang artinya “ikatan seseorang dengan sesuatu”. Kata akidah berasal dari bahasa Arab yaitu ‘aqada-ya’qudu-aqidatin. Setiap manusia mempunyai ikatan hati dengan sesuatu. Dengan ikatan itu, hati menjadi condong kepadanya. Ada bermacam-macam ikatan hati manusia. Ada yang condong kepada patung, kepada dukun, setan, dan lain-lain. Inilah yang disebut akidah yang salah. Adapun maksud dari akidah Islam adalah ikatan hati seseorang terhadap Allah, yang diyakini melalui ajaran utusan-Nya, yaitu Muhammad SAW. Ikatan ini senantiasa dibenarkan oleh jiwa, yang dengannya hati menjadi tenteram serta menjadi keyakinan dan tidak ada keraguan serta kebimbangan di dalamnya (Yusmansyah,2006).
            Kepemimpinan Rasulullah didasarkan pada prinsip musyawarah, terbuka terhadap gagasan orang lain atau anak buahnya untuk mewujudkan visi atau tujuannya. Beliau mampu meyakinkan orang lain dan gagasannya menjadi inspirasi para pengikutnya. Yang paling dominan pada diri kepemimpinan Rasulullah adalah bentuk kepemimpinan dengan keteladanan, uswatun hasanah (leadership by example). Pada kepemimpinan beliau, terpadu tiga komponen yang mutlak dibutuhkan oleh para calon pemimpin: vision, value dan vitality (Tasmara, 2002).
2.2.2.    Abu Bakar (51 tahun) ahli ekonomi
            Abu bakar as-shiddiq adalah seorang pedagang yang selalu memelihara kehormatan dan harga dirinya. la seorang yang kaya, mempunyai pengaruh yang besar, dan memiliki akhlak mulia. Abu Bakar Ash Shiddiq adalah orang Rosululloh selama perjalanan hijrahnya. Abu Bakar pula berjual beli dan mengorbankan hartanya untuk mendukung islam dan kaum Muslimin, sejak dia berada di Mekkah sebelum hijrah. Demikian pula setelah hijrah. Dia memberikan sebagian besar hartanya karena Alloh. Gahkan pernah Abu Bakar memberikan seluruh hartanya tanpa kecuali kepada kaum muslimin saat dibutuhkan dalam berperang (Malahayati,2010). Kemudian Abu  pula lah yang menggantikan Rosululloh sebagai khalifah. Beliau adalah orang pertama yang menggantikan Rosul SAW. Selama masa pemerintahannya hanya memerankan diri sebagai pemimpin negara bukan pemimpin keagamaaan (Siroj,2006).
2.2.3.    Abdullah bin Abu Bakar (25 tahun) ahli strategi
            Pemuda yang dibesarkan ditengah-tengah keluarga Abu Bakar. Melihat bagaimana bapaknya begitu cepat memeluk Islam dan beriman kepada risalah Nabi, ia turut di belakangnya memberi sokongan dana, bekorban dengan segenap miliknya demi keberhasilan dakwah. Abdulloh tidak memiliki cara lain kecuali segera memproklamirkan keislamannya dan mengikuti jejak sang bapak untuk ikhlas dan berkorban. Nabi Muhammad menugaskan Abdulloh bin Abu Bakar untuk mencuriinformasi. Abu Bakar menyuruh anaknya mencuri informasi apa yang sedang menjadi isu publik di siang hari lalu melaporkannya kepada Rosululloh dan ayahnya di malam hari dengan berita terbarunya hari itu (Muhammad,2004).
            Saat akan Hijrah, Rasulullah mengatur pencarian informasi untuk mengetahui segala rencana penduduk Mekah. Orang yang ditugaskan adalah Abdullah bin Abu Bakar. Sepanjang hari ia mengikuti perkembangan di Mekah dan baru naik lagi ke gua pada sore hari untuk memberi tahu Rasulullah saw apa saja yang didengarnya (Al-Khatib, 2002).
2.2.4.    Amir bin Fuhairah (20 tahun) tukang gembala sebagai mata-mata (kekuatan fisik)
            Amir bin Fuhairah adalah hamba sahaya Abu Bakar dan penggembala ternaknya. Ia mengetahui  seluk beluk jalan dan arah. Dia juga teladan yang baik dalam hal taat kepada Alloh, Rosul dan majikannya, Abu Bakar. Ia mempersembahkan dirinya untuk kepentingan Islam yaitu semenjak Alloh melapangkan hatinya dialah yang menyiapkan tunggangan yang dipesan Abu Bakar menunggu detik-detik hijrah ( Muhammad,2004). Ketika Rasulullah Saw berhijrah bersama Abu Bakar, Amir bin Fuhairah bertugas menggembalakan kambing-kambing milik Abu Bakar. Dia memerah susu kambing, lalu menyerahkannya kepada Rasulullah Saw dan Abu Bakar di Gua Tsur. Setelah itu, Amir kembali ke tempatnya semula dengan menghapus jejak-jejak kakinya di tanah agar tidak diketahui oleh kaum kafir Quraisy (Abdurrahman, 2010).
2.2.5.    Ali bin Abi Thalib (15 tahun) kekuatan kecerdasannya / imtelektualnya
            Ali bin Abu Thalib adalah remaja pertama yang mengakui risalah Muhammad dan menyatakan dirinya sebagau muslim. Bahkan, dengan keberanian yang luar biasa, ia tidur di ranjang Rasulullah di malam hijrahnya ke Madinah bersama Abu Bakar r.a, padahal ia tau pada malam itu kaum Quraisy telah mengumpulkan beberapa pemuda dari setiap kabilah untuk mengepung rumah nabi saw dan membunuhnya. Ia dikenal sebagi pejuang pemberani, yang berperang dengan gagah tanpa rasa takut dalam Perang Badar (Murad, 2007).
            Sebuah ide cemerlang dengan menempatkan Ali bin Abi Thalib di tempat tidur Rasulullah. Ide tersebut ternyata mampu mengecoh dan mengelabui musuh-musuh Allah, sehingga Rasulullah saw dapat keluar dari rumah beliau dengan selamat di penghujung malam. Beliau dibantu dengan pertolongan Allah sementara mereka saat itu dalam keadaan tertidur. Setelah mereka terbangun barulah mereka memperhatikan secara fokus ke tempat tidur Rasulullah. Saat itu mereka masih menyangka bahwa Rasulullah saw masih tidur dengan dibalut selimutnya padahal sesungguhnya yang tidur adalah Ali bin Abi Thalib (Jazuli, 2006).
2.2.6.    Asma’ binti Abu Bakar (12 tahun) pengantar makanan / kekuatan kecerdasannya
            Asma’ binti Abu Bakar termasuk salah seorang wanita yang pertama kali masuk Islam sekaligus berhijrah. Ia adalah istri dari Al-Zubair Ibn Al-‘Awwan, ibu dari dua orang anak, Abdullah dan ‘Urwah. Ia termasuk sahabat wanita yang utama, meriwayatkan 56 hadis yang terdapat dalam kitab Al-Bukhari dan Muslim. Ia wafat pada 73 H (Qardhawi, 2010).
            Pada hari keberangkatan dari Gua Tsur menuju Yatsrib, Asma’ membuatkan bekal perjalanan.Dia lupa membawa tali untuk mengikatkan makan dan minuman pada tunggangan. Dengan kecerdasannya, dia langsung melepas sabuknya dan membelahnya menjadi dua bagian.Satu untuk mengikat makanan, dan satunya mengikat minuman (Quthb, 2009).
















III. PEMIMPIN YANG
DEKAT DENGAN ALLAH SWT


            Seorang pemimpin hendaknya  mempunyai kepribadian yang baik diantaranya memiliki keragaan yang kuat, tekad yang tinggi  serta diiringi jiwa/rohani yang sehat. Hal ini sesuai dengan pendapat Budiono (2010) yang menyatakan bahwa,  hampir semua pribadi dan rohani yang luar biasa, yaitu mempunyai daya tahan, keuletan, kekuatan atau tenaga yang istimewa yang tampakya seperti tidak akan pernah habis. Hal ini ditambah dengan kekuatan-kekuatan mental berupa semangat juang, motivasi kerja, disiplin, kesabaran, keuletan, ketahanan batin, dan kemauan yang luar biasa untuk mengatasi semua permasalahan yang dihadapi.
            Dekat dengan Allah akan membuat seorang manusia bisa mengenal dirinya sendiri, menjalin hubungan harmonis dengan lingkungannya dan tentu saja bisa menjalin hubungan harmonis dan bermakna dengan pencipta-Nya. Tak ada pencapaian yang lebih diinginkan seorang manusia kecuali harmonisnya hubungan dia dengan pencipta-Nya (Mustafa, 2006). Cara pemimpin dekat dengan Allah SWT adalah sebagai berikut:
a.       Shalat
            Shalat adalah kewajiban dari Allah Ta’ala kepada setiap orang mumin, sebab Allah Ta’ala memerintahkannya dalam banyak sekali firman-firman-Nya.
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa).Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa:103)

Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.(QS. Al-Baqarah:110)

Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa[152]. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'.
(QS. Al-Baqarah:238)

(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya”  (QS. Al-Mu’minun:2) (Asyarqowi, 2010)
b.      Puasa
Puasa menurut bahasa ialah menahan.Sedang puasa menurut syariat ialah menahan dengan niat ibadah dari makanan, hubungan suami istri, dan semua hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Allah SWT mewajibkan puasa kepada umat nabi Muhammad SAW sebagaimana diwajibkan kepada umat-umat sebelumnya:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS. Al-Baqarah:183) (Imarah, 2007)
c.       Haji dan Umroh
Hukum Haji adalah kewajiban dari Allah Ta’ala kepada setiap muslim dan muslimah jika mampu melaksanakannya. Haji adalah kewajiban sekali dalam seumur hidup, karena dalil-dalil berikut:
Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah[216]. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.“ (Ali Imron:97). (Rifa’I, 2006)
3.1  Tujuan Hidup Manusia
            Seorang pemimpin haruslah mempunyai tujuan yang jelas dalam memimpin agar nantinya harapan baik itu dari anggotanya dan juga pemimpin itu sendiri dapat tercapai. Adapun tujuan secara umum dibagi menjadi dua macam yaitu tujuan dalam jangka panjang dan tujuan dalam jangka pendek.
1.Tujuan jangka panjang
            Seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinanya mempunyai tujuan jangka panjang. Dalam hal ini jika pemimpin tersebut seorang muslim dalam menjalankan kehidupanya selalu mengharapkan keridhoan Allah dan berharap mendapat kebaikan di dunia maupun di akhirat. Dengan adanya tujuan jangka panjang tersebut maka manusia akan secara maksimal menjalankan amanatnya yang nanti pada akhirnya pemimpin dapat mempertanggungjawabkan semuanya itu di akhirat nanti dan dapat terobsesi dengan adanya balasan syurga dari Allah bagi para hambanya yang berusaha secara maksimal.
2.Tujuan jangka pendek
            Tujuan jangka pendek dalam suatu kepemimpinan adalah mewujudkan Negara yang adil, makmur, dan berada dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.Dalam hal ini ada kaitannya peran manusia sebagai khalifah.Terciptanya masyarakat dan Negara yang adil, makmur, dan berada dalam lindungan Tuhan sering diistilahkan sebagai masyarakat Madani. Masyarakat Madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Adapun karakteristik masyarakat Madani adalah sebagai berikut :
1        Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang beragama, yang mengakui adanya tuhan. Dan menempatkan hukum tuhan sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial.
2        Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat baik secara individu maupun secara kelompok menhhormati pihak lain secara adil.
3        Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu yang lain yang dapat mengurangi kebebasanya.
4        Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah diberikan oleh allah sebagai kebebasan manusia dan tidak merasa terganggu oleh aktifitas pihak lain yang berbeda tersebut. Dalam melakukan sesuatu juga harus toleran karena hak asasi kita dibatasi oleh hak asasi orang lain di sekitar kita.
5        Keseimbangan antara hak dan kewajiban social. Setiap anggota masyarakat memiliki hak dan kewajiban yang seimbang untuk menciptakan kedamaian, kesejahteraan, dan keutuhan masyarakat sesuai dengan kondisi masing-masing.
6        Berperadaban tinggi bahwa masyarakat tersebut mimiliki kecintaan terhadap ilmu pengetahuan.
7        Beakhlak mulia, yaitu akhlak yang dilandasi oleh nilai-nilai illahiyah yang telah allah jabarkan secara global dalam Al-Quran dan dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW dalam kehidupan sehari-hari. (Tutur, 2013)
3.2  Abdullah (Mengabdi Kepada Allah SWT)
            Tujuan utama penghambaan manusia kepada tuhan adalah untuk mendapatkan kedudukan taqwa. Ibadah kepada Allah merupakan kebutuhan manusia sebagai mahluk , bukan sebaliknya Allah yang mengharapkan belas kasihan dari makhluknya. Karena Allah yang menciptakan dan memberi rizki kepada manusia.Penyembahan kepada Allah agar mencapai kesempurnaan ibadah harus dilaksanakan dengan keikhlasan.Ikhlas itu adalah meniatkan segala aktifitas diri hanya ditujukan kepada Allah semata. Tanpa dilandasi dengan rasa ikhlas atau sukarela akan menghambat dan tertolaknya amal ibadah seseorang. (Tutur, 2013)
            Tuhan menciptakan manusia dengan tujuan yang pasti untuk mengabdi kepada-Nya.Istilah mengabdi sangat berbeda dengan menyembah.Menyembah sifatnya sebatas ritual tetapi jika mengabdi adalah menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan dari Tuhan.Tuhan menghendaki seluruh manusia mengabdi hanya kepada-Nya dan tidak boleh mempersekutukan-Nya.Mengabdi harus sesuai jalan kebenaran yang telah diberikan tuhan kepada setiap bangsa berdasarkan sistem kebenaran universal (Sudjito, 2012).
            Pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang cara memimpinya beracuan Al-Quran dan Hadist sebagai sumber hukum utama ajaran Islam. Tidak semata-mata membuat aturan sendiri yang menyimpang dari ajaran Islam. Banyak sekali orang yang kurang tahu tentang kriteria pemimpin menurut pandangan Islam dan cara memimpin dalam Islam. Keaadaan ini sangat mengkhawatirkan dalam Islam.Salah satu penyebab dari kekacauan yang akhir-akhir ini terjadi adalah peran pemimpin yang kurang mampu membawa masyarakat kearah yang lebih baik (Eaton, 2006).
3.3  Khalifah
            Selain mengabdi kepada Allah, manusia juga mengemban misi mulia sebagai wakil Allah atau khalifah di muka bumi dengan tugas dan tanggungjawab yang amat besar. Hal ini di tegaskan oleh Allah dalam kitab suci Al-Qur’an,
“sesungguhnya Aku hendak menjadikannya khalifah di muka bumi.”QS. Al-Baqarah (2): 30.
Dalam menjalankan misi mulia sebagai khlifah di dunia, hendaknya kita dapat meneladani berbagai  contoh sikap dan perilaku keseharian Rasulullah SAW. Sebagai agen atau wakil Allah, manusia dibekali keunggulan tertentu dalam kapasitas head dan heart yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Dengan segala kelebihan yang dimiliki itu, menjadikan kita memiliki otoritas dan kekuasaan untuk mengelola alam semesta dan seisinya. (Santisa, 2010)
            Allah SWT menciptakan manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi sehingga Dia menganugerahkan kepada manusia sebagian dari sifat-sifat kesempurnaan-Nya. Dari qudrah‘kemampuan-Nya’, Dia memberikan sebagian kemampuan kepada manusia, dari ilmu-Nya Dia memmberikan sebagian ilmu pengetahuan kepada manusia, dari sifat kaya-Nya Dia memberikan kekayaan kepada manusia, dan dari sifat pemurah-Nya, Dia memberikan kemudahan bagi manusia.Dengan demikian, manusia adalah khalifah di muka bumi ini, tetapi dia berstatus sebagai wakil Allah SWT. Selama dia mengingat statusnya sebagai khalifah, niscaya dia tidak akan berlaku zalim dan sombong, serta tidak akan mengklaim bahwa dirinya adalah satu-satunya penguasa di muka bumi ini, bukan seorang yang berstatus khalifah. Jika hal itu terus berlangsung, maka bumi ini akan senantiasa berada dalam keharmonisannya. Allah SWT berkehendak menciptakan manusia yang berstatus sebagai khalifah-Nya di muka bumi ini untuk hidup dan berkembang dalam lingkungan yang suci, mulia, dan terhormat. (Sya’rawi, 2012)
            Kesempurnaan penciptaan manusia didasari dengan kepemilikan sumber-sumber ilmu dan amal perbuatan yang diberikan Allah berupa hati, akal, telinga, mata dan organ tubuh lainnya.Dengan perangkat-perangkat tersebut manusia diserahi tanggung jawab sebagai khalifah dan hamba.Dua tanggung jawab inilah yang akan menjadikan manusia mendapatkan kemuliaan apabila seluruh potensi dan tanggung jawabnya dapat dijalankan dengan baik, berjalan diatas rambu-rambuNya dengan tidak menyimpang dari syariatnya, dan sebaliknya. Akan mendapatkan kehinaan bahkan lebih hina daripada binatang ternak apabila manusia tidak mampu menjaga amanat kekhalifahan dan kehambaanya dengan perilaku yang menyimpang dari syariatNya. (Tutur, 2013)



IV. PEMIMPIN YANG EFISIEN


            Efisien adalah cara-cara dalam mencapai tujuan membutuhkan sumber daya sesedikit mungkin (Guswai, 2007). Efisien saja tidak cukup karena efisien harus diikuti dengan efektif. Efisien artinya mengerjakan hal dengan benar, sedangkan efektif artinya mengerjakan hal yang benar. Jika seseorang efisien namun tidak efektif maka itu merupakan kebodohan dan pemborosan (Lim, 2008). Sehingga bisa disimpulkan jika orang itu efektif maka pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu karena apa yang dilakukan sesuai dengan yang direncanakan. Efisien juga penting karena orang yang efisien akan menyelesaikan pekerjaannya dengan tepat dan cermat. Pemimpin yang baik harus menghasilkan kebijakan yang efisien dan dalam pelaksanaannya harus efektif agar sesuatu yang terencana dengan baik bisa diselesaikan tepat seperti rencana. Pemimpin efektif bisa dilihat dari caranya berdakwah, membaca, suka membantu dan bergaul dengan baik.
Tugas pemimpin adalah memimpin suatu organisasi serta mengatur masukan melalui orang lain (anak buahnya) secara efisien dan efektif untuk mencapai keluran yang terbaik. Seorang pemimpin seperti direktur rumah sakit memerlukan data masukan dan keluaran untuk membuat keputusan-keputusan serta menyusun kebijakan atau menyusun strategi dalam rangka mencapai tujuan organisasi atau rumh sakit yang di pimpinnya (Supranto, 2007). Profil pemimpin yang efektif adalah :
1        Pemimpin mengekalkan rasa hormat
2        Pemimpin bekerja secara efektif dengan orang lain
3        Pemimpin bertindak balas terhadap keperluan dan keinginan orang lain
4        Pemimpin mempunyai pengetahuan yang luas
5        Pemimpin mempunyai motivasi yang tinggi
6        Pemimpin penuh inspirasi dan gairah
7        Pemimpin menggunakan setiap sumber
8        Pemimpin memodalkan pesekitaran organisasi dan kepemimpinan orang lain. (Barry, 2007)
4.1  Dakwah
            Secara etimologi (bahasa) dakwah berasal dari kata da’wah yang bersumber pada kata da’â-yad’û-da’watan yang berarti panggilan, ajakan atau seruan dan undangan atau do’a. (Sukayat, 2009 ). Dakwah bisa berarti memanggil, menyeru, menegaskan atau membela sesuatu, perbuatan atau perkataan untuk menarik manusia kepada sesuatu dan memohon atau meminta (Abdul Aziz,  2010). Dakwah adalah seruan kepada setiap manusia untuk menuju jalan yang benar.
`           Pemimpin yang efektif pada zaman nabi Muhammad saw tidak cukup hanya menjadi pemimpin yang tegas, lugas dan garang, tetapi lebih efektif  menjadi pemimpin yang benevolent (penyabar, murah hati, penuh kasih sayang, pemaaf), yang mengutamakan keunggulan manusia sebagai fitrah-Nya. Pemimpin pada dasarnya adalah individu yang membawa manusia kepada kemanusiaannya (Moeljono, 2008). Cara yang ditempuh jaman nabi dan terbukti efektif adalah dakwah. Dakwah yang baik pun akan melahirkan pemimpin yang baik pula, yaitu pemimpin yang memiliki kepedulian yang tinggi kepada masyarakat.pemimpin yang adil, jujur, amanah, dan bertanggung jawab yang memandang kepemimipinan bukan sebagai prestise dan kebanggaan, akan tetapi sebagai suatu amanah yang harus dipertanggung jawabkan di depan rakyatnya maupun dihadapan Allah SWT kelak kemudian hari.(Muzadi,2004)
4.2  Suka Membaca
            Membaca adalah sebuah keterampilan yang harus dimiliki oleh siapa saja yang mempunyai tugas mengumpulkan informasi dari bahan bacaan.Tujuan membaca adalah untuk memperoleh banyak pemahaman (Tarigan, 2006). Dengan banyak membaca seseorang dapat menambah wawasan dan ilmunya selain didapatkan dari sekolah ataupun organisasi yang lain, seorang pemimpin yang suka membaca secara otomatis ilmunya dapat bertambah hal tersebut dapat memberikan wawasan untuk menghadapi suatu masalah-masalah yang dihadapinya.
            Membaca merupakan alternative menjadi terpelajar layaknya orang yang mengikuti pendidikan formal. Banyak tokoh dan cendekiawan tidak sempat mengenyam pendididkan formal, tetapi mereka “menggantinya” dengan membaca (Razak, 2009). Ada lima teknik membaca yaitu: (1)Membaca mencari arah, (2)Membaca secara global, (3)Membaca untuk mencari, (4)Membaca untuk belajar, (5)Membaca dengan sikap kritis (Somadoyo, 2011).
            Manfaat membaca antara lain  memperluas wawasan dan pengetahuan, meningkatkan kemampuan imajinasi dan mendorong kreativitas berfikir. Seorang yang rajin membaca maka dia akan jadi tahu banyak hal, tentang apa saja dan berbagai macam persoalan. Membaca juga membuat seseorang menjadi cerdas karena membaca merangsang otak untuk mempertajam pemikiran atau analisis terhadap isi bacaan. Imajinasi yang timbul akibat ilmu pengetahuan bisa diaplikasikan untuk menciptakan solusi atau penyelesaian masalah yang dihadapi. Imajinasi juga mendorong seseorang menjadi kreatif untuk mencapai cita-cita yang diinginkannya. Imajinasi itu menjadi baik dan logis apabila dibangun dan didasarkan dari pengetahuan, salah satunya dari aktivitas membaca (Manis, 2010).
            Membaca juga baik untuk tubuh karena bisa menumbuhkan saraf-saraf di kepala, menghindarkan seseorang dari penyakit demensia yaitu penyakit yang menyerang jaringan otak dan menyebabkan kepikunan karena aktivitas membaca dapat menciptakan semacam lapisan penyangga yang melindungi dan mengganti-rugi perubahan otak (Hernowo, 2003). Bisa disimpulkan dari penjelasan di atas bahwa seorang pemimpin yang suka membaca akan cerdas dan tahu banyak hal sehingga dia akan tahu keputusan terbaik apa yang harus diambil karena banyak ilmu yang bisa didapatkannya dari aktivitasnya membaca. Selain itu membaca juga menghindarkan diri dari kepikunan.
4.3  Suka Membantu
            Sebagai makhluk sosial pula manusia membutuhkan orang lain. Tak hanya sebagai teman dalam kesendirian, tetapi juga partner dalam melakukan sesuatu. Entah itu aktivitas ekonomi, sosial, budaya, politik maupun amal perbuatan yang terkait dengan ibadah kepada Tuhan. Di sinilah tercipta hubungan untuk saling tolong menolong antara manusia satu dengan yang lainnya (Saleh, 2006)..
            Sedekah, Zakat dan semua jenis pemberian lainya merupakan salah satu cara untuk menolong orang-orang yang sedang membutuhkan tanpa melihat besar kecilnya yang dikeluarkan semua akan sangat membantu.selain membantu yang membutuhkan kita juga akan mendapatkan keutamaan dari Allah. Berapapun yang anda sedekahkan, pasti dibalas dan dilipatgandakan oleh-Nya (Santosa, 2011). Menggunakan prinsip tolong menolong manusia dapat menyelesaikan masalah yang tidak dapat ia tangani sendiri, tentunya tolong menolong dalam kebaikan dan tidak boleh tolong menolong untuk melakukan perbuatan dosa (Zarman, 2011). Allah akan menolong seseorang selama dia suka menolong sesamanya sehingga pemimpin yang senantiasa membantu orang lain setiap kebijakan yang ditetapkannya selama itu baik akan selalu mendapat pertolongan dan perlindungan dari Allah Swt (Fatah, 2005).
“... dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran...” (QS. Al-Maaidah [5] : 2)
4.4  Bergaul dengan Baik
            Silaturahmi merupakan salah satu cara untuk membuat hubungan baik dan harmonis. Secara etimologis silaturahmi berarti menghubungkan kekerabatan dan persaudaraan atas dasar cinta dan kasih sayang, sekaligus menghilangkan segala kedengkian, kebencian, dan permusushan diantara sesama. Karena itu, esensi silaturahmi, disamping bertemu secara fisik sambil bersalam-salaman atau mungkin dengan berangkulan (mushafafah dan mu’anaqah), juga berusaha menebarkan kedamaian, ketenangan, dan keselamatan pada sesama,atas dasar keikhlasan dan cinta yang keluar dari lubuk hati yang dalam (Muzadi,2004).
            Pemimpin yang baik harus membangun hubungan yang baik dengan orang lain. Semakin kuat dibangun hubungan seorang pemimpin dengan para pengikutnya, semakin besar pengaruh yang dihasilkannya dan itu berarti semakin besar motivasi para pengikut untuk membantu pemimpinnya dengan suka rela. Interaksi antara pemimpin dan pengikut adalah suatu hubungan. Hubungan baik harus diciptakan pemimpin kepada seluruh lapisan tanpa membeda-bedakan statusnya (Gomulya, 2009). Hubungan dengan orang bawah penting karena pemimpin bisa memperoleh informasi secara langsung dari tangan pertama (Sasmita, 2003).


















V.    PEMIMPIN BAIK BERJIWA PENOLONG


            Manusia adalah mahluk sosial karena seseorang tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, suatu waktu pasti akan membutuhkan bantuan orang lain. Keadaan ini akan menimbulkan interaksi di antara individu-individu yang berbeda sehingga tercipta sikap tolong menolong. Prinsipnya dengan tolong menolong manusia dapat menyelesaikan masalah yang tidak dapat ia tangani sendiri, tentunya tolong menolong dalam kebaikan dan tidak boleh tolong menolong untuk melakukan perbuatan dosa (Zarman, 2011).
            Tolong menolong secara bahasa berasal dari kata ta’awun yaitu saling menolong, sedangkan menurut istilah ta’awun adalah sikap dan praktik membantu sesama. Suatu masyarakat akan nyaman dan sejahtera, jika dalam kehidupan masyarakatnya tertanam sikap ta’awun / tolong menolong dan saling membantu satu sama lain (Yusmansyah, 2008). Pemimpin harus mempunyai karakter penolong, karena karakter penolong akan menumbuhkan rasa tolong menolong diantara para anggota-anggotanya. Karakter tersebut adalah salah satu karakter yang baik bagi seorang pemimpin, sehingga pemimpin tersebut akan memberikan contoh yang baik kepada anggota-anggotanya (Hasan, 2009).
            Rasulullah SAW telah menyatakan bahwa Allah SWT akan memberikan kekuatan kepada semua orang yang menolong saudaranya sesama manusia. Rasulullah SAW bersabda, “Tuhan menolong hamba-Nya, selama hamba-Nya ini menolong saudaranya”. Akan indah jika manusia menikmati rasa persaudaraan, menyadari kerjasama dan tolong menolong dalam kebajikan, serta hilangkan hawa nafsu bermusuhan (Prabowo, 2011). Perintah Allah untuk tolong menolong dalam kebaikan tercantum dalam QS Al Maidah ayat 2 dan QS Al Ashr ayat 1-3.
5.1  Tolong Menolong dalam hal kebaikan
            Manusia adalah mahluk sosial karena seseorang tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, suatu waktu pasti akan membutuhkan bantuan orang lain. Keadaan ini akan menimbulkan interaksi di antara individu-individu yang berbeda sehingga tercipta sikap tolong menolong. Pergaulan harus digunakan untuk saling tolong menolong dalam kebajikan, dan tidak boleh menjadi sarana tolong menolong untuk melakukan perbuatan dosa (Zarman, 2011). Inilah yang diingatkan Allah dalam Al-Quran,
ÙˆَتَعَاوَÙ†ُوا عَÙ„َÙ‰ الْبِرِّ ÙˆَالتَّÙ‚ْÙˆَÙ‰ٰ ۖ ÙˆَÙ„َا تَعَاوَÙ†ُوا عَÙ„َÙ‰ الْØ¥ِØ«ْÙ…ِ ÙˆَالْعُدْÙˆَانِ ۚ ÙˆَاتَّÙ‚ُوا اللَّÙ‡َ ۖ Ø¥ِÙ†َّ اللَّÙ‡َ Ø´َدِيدُ الْعِÙ‚َابِ
Artinya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (Q.S. Al-Maidah ayat 2).
5.1.1.    Hubungan baik dengan Tuhan
            Sifat hubungan antara manusia dengan Allah SWT dalam ajaran Islam bersifat timbal-balik, yaitu bahwa manusia melakukan hubungan dengan Tuhan dan Tuhan juga melakukan hubungan dengan manusia.Tujuan hubungan manusia dengan Allah adalah dalam rangka pengabdian atau ibadah. Dengan kata lain, tugas manusia di dunia ini adalah beribadah, sebagaimana firman Allah swt dalam Al-Quran surat Adz-Dzariat ayat 56:
ÙˆَÙ…َا Ø®َÙ„َÙ‚ْتُ الْجِÙ†َّ ÙˆَالْØ¥ِÙ†ْسَ Ø¥ِÙ„َّا Ù„ِÙŠَعْبُدُونِ﴿٥٦
Artinya: “Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada ku.” (QS Adz-Dzariat ayat 56) (Antonius, 2006)
            Jika inti hubungan manusia dengan Allah adalah pengabdian atau ibadah, maka inti hubungan Tuhan dengan manusia adalah aturan, yaitu perintah dan larangan.Manusia diperintahkan berbuat menurut aturan yang telah ditetapkan Allah. Jika manusia menyimpang dari aturan itu, maka ia akan tercela, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat. Aturan itupun ada dua macam, pertama aturan yang dituangkan dalam bentuk hukum-hukum alam (sunnatullah) dan aturan yang dituangkan dalam kitab suci Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad saw (Sholikhin, 2008).
5.1.2.    Hubungan baik dengan sesama
                    Hubungan antar manusia adalah kemampuan mengenali sifat, tingkah laku, pribadi seseorang. Ruang lingkup hubungan antar manusia dalam arti luas adalah interaksi antar seseorang dengan orang lain secara tatap muka dalam segala situasi dan dalam semua bidang kehidupan, sehingga menimbulkan kebahagiaan dan kepuasaan hati pada kedua belah pihak. Suksesnya seseorang dalam melaksanakan “Human Relations” karena ia berkomunikasi secara etis, ramah, sopan, menghargai, dan menghormati orang lain.Human Relations ini dilakukan dimana saja, di rumah, pasar, kampus, toko, dalam bis, kereta api, dan sebagainya (Sarwono, 2009)
                    kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Tujuan hubungan antar manusia adalah agar tercapainya kehidupan yang harmonis yaitu masing-masing orang saling bekerjasama dengan menyesuaikan diri terhadap satu dengan yang lain, dan memanfaatkan pengetahuan tentang factor social dan psikologis. Dalam penyesuaian diri manusia sedemikian rupa sehingga penyesuaian diri ini terjadi dengan serasi dan selaras, dengan ketegangan dan pertentangan sedikit mungkin (Gerungan, 2009). Sebagai makhluk sosial, manusia dapat saling berinteraksi menjalin hubungan yang baik saling menghormati dengan sesama, berkasih sayang sebagai fitrah diri manusia (Nurdin, 2006).
5.2  Jangan tolong menolong dalam dosa dan kejahatan
            Kejahatan didefinisikan mencakup antara lain, sesuatu yang bersifat tidak bermoral, berdosa, kejam, merusak, memuakkan, akibat dari tabiat buruk, dan menyebabkan luka, kerugian, masalah, kesakitan, kesialan, dan atau penderitaan. Dalam pandangan Islam termasuk sebagai bagian dari tujuan penciptaan adalah mengajurkan kebaikan dan mencegah kejahatan sesuai dengan kemampuan terbaik kita. Lebih dari itu, mengatakan bahwa penderitaan dan kejahatan adalah niscaya metafisik, sama sekali bukan berarti mengatakan bahwa kejahatan dan pederitaan adalah dibenarkan dan layak (Ahmad, 2004).
            Wujud dari sikap tidak tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran adalah mencegah segala bentuk dosa dan kedzaliman. Dalam kehidupan sehari-hari sikap toleransi terhadap pelanggaran atas aturan Allah tidak bisa dibenarkan. Apalagi, dalam bentuk pertolongan dan kerjasama aktif dalam melakukan perbuatan yang jelas berdosa dalam pandangan agama (Solikhin, 2008). Pertolongan itu harus dilaksanakan atas dasar kebajikan. Manusia tidak boleh bekerjasama dalam kejahatan karena fasilitas untuk menolong hakikatnya dari Tuhan. Fasilitas itu hendaknya dimanfaatkan dengan benar sehingga buah yang dihasilkan dari tindakan tolong menolong itu kembali kepada orang-orang yang melakukannya (Chodjim, 2000).
            Al Qur’an tidak memperbolehkan umat muslim untuk memusuhi kelompok lain , atau saling menolong dalam permusuhan , hanya karena benci kepada orang-orang yang memusuhi kita atau karena sangat marah , baik kemarahan ini berasal dari mereka terhadap umat muslim atau dari umat muslim terhadap mereka. Seperti yang terdapat dalam surat Al Maidah (5) ayat 2 yang artinya, “Dan janganlah kamu sekali-kali kebencian (mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari masjidil Haram , mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong menolonglah kamu dalam mengejakan kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (Qardhawi,2009). Aturan larangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan kejahatan sudah diatur secara jelas dan tegas dalam islam.
5.3  Penolong dengan iman dan amal sholeh
            Arti iman atau keimanan ialah beriman kepada Allah, yaitu bila keimanan sudah masuk ke dalam hati. Apabila iman itu belum mantap dan kokoh dalam hati seseorang belum dikatakan beriman. Beriman kepada Allah dapat menambah ilmu pengetahuan tentang kehidupan karena banyak persoalan yang tidak terjangkau oleh akal, rasa dan indra manusia dan hanya dapat dijangkau melalui keimanan (Asy-Sya’rawi, 2007).
            Amal sholeh adalah hal penting yang harus dilakukan umat muslim. Oleh karena itu penyebutan iman sering dirangkai dengan amal soleh seperti dua sisi mata uang yang tidak boleh dipisahkan. Alloh memerintah kepada kita sebagai pemeluknya untuk saling bantu-membantu dalam segala amal kebaikan , begitu pula antar manusia dalam kehidupan sosial . seperti memberi bantuan kepada orang-orang miskin, anak yatim dan orang-orang yang di penjara (Amrin, 2006).
            Penjelasan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 36 disebutkan orang-orang yang perlu mendapatkan prioritas ketika  berbuat kebaikan, yaitu : orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat atau jauh, teman sejawat, ibnu sabil (orang yang dalam perjalanan bukan untuk maksiat kehabisan bekal), hamba sahaya (pembantu) yang kita miliki. (Widodo, 2010)
5.4  Menolong dengan mengingatkan.
            Seharusnya manusia meyakini bahwa alam semesta ini mempunyai Tuhan, rida kepada orang yang taat, murka terhadap orang yang durhaka kemudian mengamalkan amal kebaikan itu dan menyerukan kepada orang lain agar diamalkan. Mereka tidak mundur dari tugas menganjurkan itu kendati mendapat kesulitan dan bencana (Tohari, 2005).
            Alloh mengajarkan kepada kita untuk senantiasa saling mengingatkan. Tujuannya agar kita bisa tetap berada dalam kebaikan. Alangkah baiknya jika kita membiasakan diri untuk saling mengingatkan dalam berbagai bidang kehidupan. Jika kita tidak membiasakan  mengingatkan atau saling menasihati , maka kita termasuk orang yang rugi disebabkan kita tidak tahu kekurangan dan kelemahan kita dalam menjalankan tugas dan kewajiban. Oleh karena itu saling mengingatkan atau saling menasihati merupakan usaha kita untuk mendapatkan kebaikan bersama (Arif, 2008).
            Saling menasihati sebenarnya termasuk bagian dan saling menolong.Menasehati Namun saling menasihati sifatnya lebih khusus kepada saling tolong-menolong kepada hal-hal yang lebih bersifat pemikiran dan gagasan-gagasan guna memecahkan berbagai kesulitan yang dihadapi (Ahmadi, 2007). Pengertian saling nasihat-menasihati dengan kebenaran, yakni tetap dalam ketaatan, keimanan, dan keislaman.Sedangkan saling nasihat-menasihati dengan kesabaran, yakni sabar dalam berbakti kepada Allah, melaksanakan perintah-perintah-Nya, juga sabar meninggalkan kemaksiatan, kemungkaran, serta menjauhi larangan-Nya (Jazuli, 2006).






VI. INDIKATOR SEORANG PEMIMPIN YANG BERMORAL


            Moral dalam perspektif Islam adalah akhlak, oleh karena pembahasan moral lebih ditekankan pada pengertian akhlak, sehingga emosional sangat erat kaitanya dengan hal ini, orang tidak bisa melakukan hal baik, saat dia memang tidak memiliki emosi untuk melakukan hal baik (Robiyanto, 2005). Kepemimpinan dalam tatanan berorganisasi, bermasyarakat, berbangsa, bernegara memiliki karakter yang didasari moralitas.Moral yang menjadi dasar kebijakan dan tindakan pemimpin adalah kemaslahatan bersama.Jadi pemimpin wajib bertindak tegas demi kebaikan organisasi, bukan kebaikan diri dan kelompoknya semata (Zulkifli, 2013).
            Pemimpin yang berintegritas moral adalah pemimpin yang tanpa kedok, yang bertindak sesuai dengan ucapan, sama di depan dan di belakang publik, konsisten antara apa yang di imani dan kelakuannya, antara sikap dan tindakan,antara nilai hidup yang dijalani, tanpa kompromi, pemimpin yang matang dan berintegritas berfokus untuk mencapai tujuan Allah (Darajat, 2007).
            Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral adalah produk dari budaya dan Agama.Selanjutnya dikatakan bahwa, kriteria mutu moral seseorang adalah hal kesetiaannya pada hatinya sendiri. Pemimpin yang berintegritas moral selalu berpikir dan akan bertanggung jawab atas keputusan yang dia ambil (Jahja, 2011). Indikator yang digunakan untuk menilai pemimpin itu bermoral atau tidak antara lain dilihat dari sisi tauhid, menikah, nilai hayati, adil, dan amanah / nilai kejujuran.
6.1  Tauhid
            Pengertian Tauhid menurut berbagai ahli sangat beraneka macam, namun dari pendapat yang banyak itu bisa disimpulkan bahwa tauhid adalah suatu bentuk untuk mengesakan Allah SWT. Tauhid ialah suatu bentuk komitmen manusia terhadap penciptanya. Segala sumber kehidupan manusia dalam konteks ini secara mutlak dan ditentukan oleh Allah SWT (Nain, 2003).
            Meski demikian, tauhid tidak hanya berarti mengesakan Tuhan, tetapi lebih dari sekedar pengertian yang elementer itu, tauhid juga berarti mengimani bahwa Allah merupakan satu-satunya pemilik ilmu pengetahuan dalam seluruh cabangnya. Berdasarkan tauhid tersebut, ilmu pengetahuan yang dikehendaki adalah ilmu pengetahuan yang utuh dan lengkap (Qomar, 2006). Secara literal tauhid berarti (men) satu (kan), namun dalam pengertian yang lebih luas hal ini menunjukkan aspek transendensi manusia terhadap Tuhan yang maha satu. Tauhid dan persaudaraan merupakan kesatuan integral. Sikap taqwa kepada Allah akan diikuti rasa persaudaraan kepada sesama, demikian sebaliknya, rasa persaudaraan sesama dibangun atas dasar ketakwaan kepada Allah (Tarigan, 2012).
Apabila seseorang telah menganut akidah tauhid dalam pengertian yang sebenarnya, maka akan lahir dari dirinya berbagai aktivitas, yang kesemuanya merupakan ibadah kepada Allah, baik ibadah dalam pengertiannya yang sempit (ibadah murni) maupun pengertiannya yang luas. Ini disebabkan akidah tauhid merupakan satu prinsip lengkap yang menembus semua dimensi dan aksi manusia. Karena itu, Allah tidak mengampuni siapa yang mempersekutukan-Nya dengan sesuatu, dan dapat mengampuni selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki (QS Al-Nisa [4]: 48) (Shihab, 2007).
            Sesuatu yang wajib dilakukan dalam melakukan tauhid uluhiyah adalah Mahabbatullah (kecintaan terhadap Allah Swt, rasulNya dan jihad pada jalanNya) dengan penuh keikhlasan; berdoa, bertawakal dan berharap hanya kepada-Nya; mengarahkan satu tujuan kepada Allah semata dengan disertai rasa takut kepada-Nya; dalam beribadah harus memfokuskan tujuan hanya untuk mencari keridhaanNya. Asas yang hendak dipenuhi dalam mentauhidkan asma dan sifatNya yaitu mensucikan dan mengagungkan Allah dalam hal kesempurnaanNya untuk tidak menyamakanNya dengan makhlukNya; menerima keterangan yang sudah jelas datangnya dari Kitabullah dan Rasulullah tanpa membatasinya; tidak menafsirkan asma dan sifatNya berdasarkan pendapat dan akalnya sendiri, dan tidak menggambarkanNya (Al-Qahthani, 2005).
6.2  Menikah
            Makna pengertian nikah adalah musytarak sinonim dari makna bersetubuh / al-wat’u dan al-‘aqad yang bermakna hubungan keluarga (suami isteri) antara pria dan wanita. Secara istilah, nikah adalah ikatan perjanjian / al-aqd yang telah ditetapkan oleh Allah Swt untuk menghalalkan istimta’ atau hubungan badan antara laki-laki dan wanita yang bukan mahramnya. Selain ibadah, nikah merupakan wujud sikap ta’awun atau kerja sama antara individu dalam pendirian lembaga keluarga dan sarana reproduksi (Arifin, 2010).
            Pendapat lain juga menyatakan hal yang serupa. Nikah secara bahasa berarti berkumpul. Dalam istilah Arab, pernikahan bisa disebut nikah atau zawaj yang bisa berarti akad nikah atau bisa berarti hubungan suami istri. Dalam istilah, nikah berarti akad yang menghalalkan hubungan antara pria dan wanita sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan syara’. Nikah disyariatkan untuk tujuan-tujuan yang mulia, diantaranya adalah untuk meneruskan keturunan, nikah menjadikan pasangan suami istri saling melengkapi dan saling menyempurnakan, saling mengisi dan saling menutupi kekurangan pasangan masing-masing serta nikah itu sebuah tindakan yang sunah / dianjurkan dalam Islam (Hasan, 2008).
            Menurut sebagian ulama, menikah lebih utama dari takhalliy (memusatkan diri beribadah kepada Allah). Karena dengan menikah seluruh hawa nafsu manusia bisa disalurkan dengan cara yang syar’i. Sesuatu yang haram menjadi halal, yang tidak boleh menjadi boleh, dan yang biasa menjadi bernilai ibadah. Allah dengan murahnya memberikan berbagai kenikmatan dan kebaikan kepada manusia yang mau menikah (Adz-Dzikra, 2008).
            Menurut pandangan Islam, pernikahan merupakan salah satu sunah kauniyah Allah SWT yang tidak bisa dihindari oleh manusia, hewan atau tumbuh-tumbuhan. Pernikahan merupakan cara paling mulia yang dipilih Pencipta alam semesta untuk mempertahankan proses regenerasi, pengembangbiakan dan keberlangsungan dinamika kehidupan. Fitrah yang diberikan Allah SWT pada manusia meniscayakan pentingnya penyatuan antara pria dan wanita demi keutuhan jenis manusia agar mereka bisa memakmurkan bumi, mengeluarkan kekayaan alam, mengembangkan nikmat-nikmat yang dikandung, dan memanfaatkan kekuatan alami bumi selama waktu yang diinginkan Allah SWT. Pernikahan juga bisa memelihara pandangan mata dan kemaluan, memadamkan api syahwat, menenangkan jiwa, memuaskan insting, dan menjaga kesehatan (Abbas, 2008).
            Menikah menyebabkan hidup tentram penuh cinta dan kasih sayang, saling melengkapi, saling berbagi, bekerja keras bersama, saling mendoakan, bercengkrama bersama, tertawa riang bersama, Subhanallah betapa indahnya hidup berkeluarga. Rejeki akan Allah cukupi, bila tidak mampu Allah akan beri kemampuan, bila miskin Allah akan memberi kekayaan dengan karuniaNya (Ichsanudin, 2007). Kesimpulannya Menikah dikategorikan sebagai indikator moralitas pemimpin karena menikah menjadikan sesuatu yang haram menjadi bernilai agama, mempertahankan keturunan ntuk menjadi khalifah di muka bumi, membiasakan bekerjasama agar tercipta keluarga yang harmonis sehingga bisa diimplementasikan dalam posisinya sebagai pemimpin kelompok/masyarakat.
6.3  Nilai Hayati
            Kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung nilai suatu kesadaran sikap moral dan tingkah laku manusia yang didasarkan pada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan pada umumnya, baik terhadap diri sendiri, sesama manusia maupun lingkungannya. Dalam kehidupan kenegaraan harus senantiasa dilandasi oleh moral kemanusiaan antara lain dalam kehidupan pemerintahan negara, politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan serta dalam kehidupan keagamaan. Oleh karena itu, dalam kehidupan bersama dalam negara harus dijiwai oleh moral kemanusiaan untuk saling menghargai sekalipun terhadap perbedaan karena hal itu merupakan suatu bawaan kodrat manusia untuk saling menjaga keharmonisan dalam kehidupan bersama (Mochlisin, 2007). Nilai kemanusiaan yang beradab adalah perwujudan nilai kemanusiaan sebagai makhluk yang berbudaya, bermoral, dan beragama. Nilai kemanusiaan yang adil mengandung suatu makna bahwa hakikat manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab harus berkodrat adil (Simajutak. 2004)
            Nilai etika persaudaran terdapat dalam QS 49: 10, yakni “sesunguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara”. Dengan ijtihad tentang hubungan antar warganegara pada saat ini yang mengalami perkembangan, persaudaraan ini kemudian dikembangkan menjadi ukhuwah basyariah (persaudaraan kemanusian), yang didukung pula oleh ayat QS 49:13, yakni “Wahai manusia, sesunguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar supaya kamu saling mengenal sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu adalah orang yang paling bertakwa ”. Dalam ajaran Islam, kesetaraan dan keadilan sosial diterapkan untuk menjamin dan mengangkat harkat dan martabat nilai-nilai kemanusiaan yang luas. Prinsip-prinsip persamaan dan keadilan yang diajarkan dalam Islam akan menghindarkan penyelewengan dan kejahatan sosial (Rahmat, 2010).
            Terkadang kepedulian seseorang hanya kepada sesuatu yang secara psikologis dekat. Terkadang bayang-bayang ingin dipuji dan dihormati datang merayu keikhlasan kita. Nilai kemanusiaan telah tertutup oleh perbedaan wilayah, perbedaan golongan dan perbedaan wewenang. Perbedaan-perbedaan itu dapat membunuh nilai-nilai kemanusian yang kita agungkan. Seharusnya memberi dan membantu tidak perlu memandang karena dia bagian dari kita, tetapi memberi dan membantu karena dia bagian dari manusia dan kemanusiaan (Arimurti, 2008).
            Nilai-nilai kemanusiaan itu sejati, sekaligus merupakan milik seseorang sendiri dan mengacu pada sebuah lingkungan sosial yang merupakan medan penghayatan nilai-nilai, hati nurani, rasa tanggung jawab, serta cita-cita setiap orang diwujudkan melalui perasaan nilai-nilai lingkungan, tetapi nilai-nilai itu tidak diterima secara pasif, melainkan dalam proses itu ia memperoleh wujud khas pribadi unik itu (Suseno, 1992 dalam Watloly, 2001). Bisa disimpulkan nilai kemanusiaan sudah diatur dengan jelas dalam Al-Qur’an untuk menghindarkan dari penyelewengan dan kejahatan sosial. Nilai kemanusiaan juga ciri khas dari suatu daerah karena norma-norma kemanusiaan yang diterapkan juga berbeda. Namun dalam prakteknya kemanusiaan itu hanya timbul terhadap orang-orang terdekat saja, Seharusnya memberi dan membantu tidak perlu memandang karena dia bagian dari kita, tetapi memberi dan membantu karena dia bagian dari manusia dan kemanusiaan.
6.4  Adil
            Keadilan berasal dari bahasa Arab adil yang artinya tengah. Keadilan berarti menempatkan sesuatu di tengah-tengah, tidak berat sebelah atau dengan kata lain keadilan berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya. Adil adalah sifat perbuatana manusia. Menurut arti katanya “adil” artinya tidak sewenang-wenang pada diri sendiri maupun kepada pihak lain. seorang muslim harus bersikap adil dan jujur pada diri sendiri, kerabat dekat , kaya dan miskin (Soeyoeti, 2006).
            Secara umum yang berlaku di masyarakat, bersikap adil berarti menunjukkan sikap berpihak kepada yang benar, tidak berat sebelah, dan tidak memihak salah satunya (Wuryanano, 2009). Sesuai dengan pernyataan tersebut, keputusan yang harus diambil seorang pemimpin yang adil harus memihak pada kebenaran tanpa memandang siapa yang benar atau yang salah, meski orang yang salah adalah orang terdekat. Bisa dikatakan kebijakan tersebut harus objektif.
            Adapun sikap adil antara dia dengan Tuhannya ialah mengutamakan hak Allah SWT daripada hak dan kepentingannya sendiri, mendahulukan keridhaan Allah di atas keridhaan hawa nafsunya, dan menghindarkan diri dari semua tekanan atau larangan dengan tetap menjalankan semua perintahnya. Adil kepada dirinya sendiri yaitu menahan dirinya dari sesuatu yang merusak dirinya sendiri. Sedangkan adil antara dirinya dengan sesama makhluk-Nya yaitu memberi nasehat, tidak berkhianat, dan hendaknya tidak berbuat jahat kepada seseorang; baik dengan ucapan, perbuatan maupun niat (Susetya, 2005).
            Al-Qur’an dan hadits mengatur dan mengajarkan bagaimana bersikap adil dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan bersikap adil manusia akan menjadikan diri orang-orang yang takwa.
 ÙˆَÙ„َا ÙŠَجْرِÙ…َÙ†َّÙƒُÙ…ْ Ø´َÙ†َآنُ Ù‚َÙˆْÙ…ٍ عَÙ„َÙ‰ٰ Ø£َÙ„َّا تَعْدِÙ„ُوا ۚ اعْدِÙ„ُوا Ù‡ُÙˆَ Ø£َÙ‚ْرَبُ Ù„ِلتَّÙ‚ْÙˆَÙ‰ٰ ۖ
Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. (QS Al-Maidah [5]: 8)
Perilaku adil dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu adil dalam menentukan sikap sesuai dengan ajaran, adil dalam menerapkan hukum, adil dalam hidup, artinya menjaga keseimbangan hidup di dunia, adil dalam membelanjakan harta dan adil dalam memberikan kesaksian (Muhaemin, 2008)
            Keadilan seorang pemimpin sangat berpengaruh terhadap tegaknya stabilitas kehidupan rakyat. Ancaman terhadap stabilitas yang paling utama di dalam suatu negara justru disebabkan munculnya perasaan rakyat yang diperlakukan tidak adil. Lebih-lebih bila rasa tidak adil itu sudah makin mengendap dalam batin rakyat, maka dikhawatirkan sewaktu-waktu bisa berkobar menjadi prahara nasional yang ditandai dengan maraknya unjuk rasa, munculnya kekerasan, kerusuhan dan perbuatan makar. Karena itu menjaga stabilitas yang sesungguhnya adalah dengan menegakkan keadilan yang sebenar-benarnya (Nasirudin, 2008).
6.5  Nilai Kejujuran
            Nilai kejujuran (honesty) yaitu dorongan kuat untuk memelihara kejujuran dan menghindari diri dari perbuatan curang (Winarta, 2009). Dalam kamus agama, kejujuran merupakan tolak ukur bagi kualitas keberagamaan seseorang. Begitu tingginya nilai sebuah kejujuran dalam pandangan Islam, sehingga Al-Qur’an memberikan kecaman yang sangat keras terhadap mereka yang menanggalkan kejujuran. Dalam sebuah ayat Al-Qur’an digambarkan (QS. 16 : 105) “Sesungguhnya yang mengada-adakan dusta itu hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah”. Secara tegas ayat ini mengaitkan keimanan seseorang dengan kejujuran yang disandangnya, sehingga digambarkan bahwa pelaku kebohongan hanyalah mereka yang tidak menyandang keimanan (Ramli, 2006).
            Kejujuran adalah ketepatan antara ucapan, isi hati dan realitas yang diberitakan, dimana apabila syarat ini tidak terpenuhi maka bukanlah kejujuran, tetapi kedustaan atau diantara kejujuran dan kedustaan seperti ucapan orang munafik.Istilah yang biasa muncul adalah As Shidiq.As Shidiq ialah orang yang dikenal berkejujuran.Terkadang kata shidiq ini juga digunakan untuk kebenaran dalam keyakinan (Sa’aduddin, 2009).
            Etika sosial yang mesti menjadi bagian terpenting dalam kehidupan bermasyarakat ada empat macam sebab etika sosial ini menjadi pilar keutamaan berislam. Kejujuran berada di nomor yang paling awal, karena kejujuran merupakan etika yang sangat mendasar dalam Islam. Kejujuran akan menyelamatkan setiap umat dari penyimpangan dan penyelewengan. Kejujuran yang dimaksud adalah berkata yang benar walaupun itu pahit, berkata sesuai dengan apa yang ingin disuarakan hati-nurani (Bakhri, 2003).
            Kejujuran ada yang mengatakan ketika seseorang berada pada kondisi yang sebenarnya. Tanpa perias muka, tanpa mimik sandiwara dan tanpa peran ganda. Ada pula yang mengatakan “Never lie but don’t tell the whole truth”. Tidak perlu berbohong tetapi tidak perlu mengatakan yang tak perlu dikatakan. Kejujuran adalah melihat fakta dan berani bertindak tidak populer dalam mengungkap kondisi sebenarnya (Wirawan, 2007).
            Orang lain hanya akan bekerja sama dengan kita kalau orang lain percaya. Orang hanya akan percaya kalau kita memiliki integritas yang tinggi. Seseorang akan dinilai memiliki integritas kalau dalam jangka waktu yang panjang, dalam hampir semua situasi, selalu konsisten bersikap jujur. Karena itu, nilai kejujuran itu berbanding lurus dengan keberhasilan jangka panjang yang besar-besar. Dengan demikian, kita bisa menjamin keberhasilan kita dengan mulai dari diri sendiri, dengan membangun integritas, dengan secara konsisten bersikap jujur (Irianto, 2006).


VII.        PEMIMPIN YANG PROFESIONAL


            Profesional adalah bekerja dengan maksimal serta penuh komitmen dan kesungguhan. Seseorang harus bekerja dengan penuh ketekunan dengan mencurahkan seluruh keahliannya. Jika seseorang bekerja sesuai dengan kemampuannya, maka akan melahirkan hal-hal yang optimal (Hafidhuddin, 2003).
            Seseorang baru dapat dikatakan profesional apabila memenuhi persyaratan berikut: (1) Melakukan pekerjaan atau kegiatan tertentu yang menjadi sumber nafkah hidupnya dengan penuh kesungguhan. (2) Memiliki pengetahuan (Knowledge) dan keterampilan (skill) memadaii, yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang sesuai dengan tugas profesinya. (3) Mempunyai keyakinan dan keahlian yang diperoleh dari pengalaman melakukan profesinya. Profesionalisme dapat diartikan sebagai sikap dan perilak seseorang dalam melakukan profesi tertentu, yang menampilkan kesungguhan dalam memberikan pelayanan kepada pemakai jasanya (Simandjuntak, 2004).
            Kepemimpinan Profesional adalah kepemimpinan yang mempunyai etika di dalamnya.Ketika sebuah keputusan diambil, leadership judgement tidak berhenti di dalam kompetensi kepengambilan-keputusan, namun juga di dalam tingkat kebenaran etis dari sebuah keputusan (Burhanuddin, 2009). Seorang pemimpin professional dapat dilihat dari atribut yang melekat pada dirinya. Seorang pemimpin professional adalah pemimpin yang dapat dipercaya, dan orang-orang yang ada disekelilingnya akan tumbuh dan kemudian menghormatinya (Kouzes, 2010).
7.1  Bekerja sebagai ibadah
            Ibadah, inilah misi hidup kita.Secara harfiah ibadah adalah ketundukan dan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah. Maka makna paling hakiki dari ibadah adalah menjadikan semua gerak kita, baik gerak fisik maupun gerak pikiran dan jiwa, senantiasa mengarah kepada apa yang dicintai dan diridhai Allah SWT. Dalam makna ini seluruh pikiran, seluruh perasaan, ucapan dan tindakan baik ketika kita hanya berhubungan dengan Allah (ibadah mahdhah) maupun ketika kita berhubungan dengan sesama dan lingkungan (ibadah ghoiru mahdhah) akan bergerak menuju satu titik ”Allah SWT” (Shaleh, 2005).
            Ibadah yang merupakan tujuan penciptaan manusia menegaskan bahwa mereka diciptakan hanya untuk melaksanakan tugas ’ibadah’ kepada Allah swt.Dia memerintahkan dan membimbing setiap hamba untuk melaksanakan tugas ini melalui perintah dan larangan yang terakumulasi dalam Al Quran dan Sunnah Nabi-Nya, itulah beban / taklif dari Sang Maha Pencipta kepada Makhluk ciptaan-Nya.Tugas Ibadah ini diwajibkan hanyalah semata-mata untuk kemaslahatan manusia di kemudian hari agar mereka dapat meraih janji-Nya dan selamat dari ancaman-Nya yang memang telah ditetapkan atas kehendak dan kekuasaan-Nya (Sagala, 2011).
            Berkerja sebagai ibadah juga menuntut pengorbanan.Pengorbanan dalam hal waktu,tenang,pikiran,harta benda,dan perasaan.ibadah adalah perjuangan atau jihad dijalan allah.Oleh karena,Kerelaan berkorban dan keiklasan menerima segala cobaan juga sebagai ibadah.banyak ayat Al-Qur’an yang membahas bekerja sebagai ibadah (Luth.2010)
7.2  Bekerja sebagai sebuah amanah
            Amanah salah satu bahasa Indonesia yang telah disadur dari bahasa Arab. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata yang menunjuk makna kepercayaan menggunakan dua kata, yaitu amanah atau amanat. Amanah memiliki beberapa arti, antara lain 1) pesan yang dititipkan kepada orang lain untuk disampaikan. 2) keamanan: ketenteraman. 3) kepercayaan (Wagino, 2007).
            Amanah adalah kepercayaan yang diamanatkan kepada orang lain sehingga muncul ketenangan hati tanpa kekhawatiran sama sekali. Amanah adalah ungkapan tentang suatu hak yang wajib ditunaikan kepada orang lain. Segala bentuk kepercayaan yang diberikan kepada seseorang, baik dalam bentuk perintah maupun larangan, baik terkait urusan duniawi maupun urusan ukhrawi.Sehingga semua syariat Allah adalah amanah (Sunarto, 2011).    
            Sifat amanah merupakan modal utama bagi seorang pemimpin, seperti ketua kelas, kepala sekolah dan kepala negara. Karena, ia harus mengatur dan menangani berbagai persoalan orang-orang yang dipimpinnya. Kekuasaan dan wewenang seseorang pemimpin yang tidak memiliki sifat amanah pasti akan lebih banyak digunakan untuk kepentingan sendiri dibandingkan untuk kepentingan orang-orang yang dipimpinnya. Pengertian amanah bagi seorang pemimpin adalah bersikap baik, berwawasan dan berketrampilan yang memadai sesuai dengan kemampuan dalam memimpin (Nurkholis, 2006).
            Sifat amanah adalah salah satu daripada unsur kesempurnaan peribadi. Imam Ahmad, Ibn Habban, al-Hakim dan al-Bayhaqi menceritakan daripada Ubadah bin al-Samir, Nabi Muhammad berkata, “Berikanlah padaku enam jaminan daripada diri kamu, aku menjamin syurga untuk kamu, iaitu: (1) Berlaku benar apabila kamu berbicara, (2) Tepatilah apabila kamu berjanji, (3) Tunaikanlah apabila kamu diamanahkan, (4) Pejamkanlah mata kamu daripada yang ditegah, (5) Peliharalah faraj kamu, (6) Tahanlah tangan kamu (Din, 2007).
            Amanah mempunyai dua pengertian mendasar yakni pertama, amanah merupakan wujud tanggung jawab terhadap setiap tugas yang dilaksanakan. Setiap amanah, tugas atau pekerjaan ditunaikan dengan sebaik-baiknya. Kedua, amanah berarti kesesuaian antara tugas atau pekerjaan dengan kemampuan atau kapabilitas kita. Jadi kita harus mengukur diri, apakah kita layak dan mampu menerima suatu amanah atau tidak. Orang yang mampu melaksanakan amanah dengan baik dan bertanggung jawab akan disegani dan dihormati orang lain. Sebaliknya, orang yang berkhianat dan menyia-nyiakan amanah akan mendapat murka dari orang sekitarnya maupun dari Allah (Al Mahfani, 2008).
7.3  Bekerja dengan sungguh-sungguh
            Bekerja keras adalah upaya sungguh-sungguh dengan mencurahkan segala kemampuannya untuk mencapai sesuatu yang diinginkan. Sedangkan disiplin itu merupakan upaya menempatkan seluruh potensi dan peluang yang ada dengan tepat. Namun, tidak jarang ditemukan antara bekerja keras dengan disiplin itu tidak beriringan. Ketimpangan antara kerja keras dengan disiplin itu mengakibatkan ketidakseimbangan antara proses yang dilakukan dengan hasil yang didapatkan (Al-Asyhar, 2005).
            Bekerja bagi seorang muslim adalah suatu upaya sungguh-sungguh dengan mengerahkan seluruh asset dan zikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah yang menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik atau dengan kata lain dapat juga dikatakan bahwa dengan bekerja manusia memanusiakan dirinya (Tasmara, 2002). Motivasi kerja yang tidak sungguh-sungguh kuat sering membuat orang mudah goyah dan akhirnya suka pindah-pindah, bahkan hanya dengan terpaan angin masalah yang kecil saja orang sudah gelisah (Safaria, 2008).
            Tuntas banyak orang tidak bisa mencapai sukses gara-gara mereka mudah bosan, belum selesai suatu pekerjaan sudah ingin berganti yang lain.ujung-ujungnya tak  satupun kerjaan yang tuntas, tarjet tidak mencapai tujuan tidak tergapai. Berkerja dengan setengah-setengah akan membuat ritme kusut masai. Orang yang tekun dan fokus hingga tuntas adalah orang yang memahami cinta. Ia paham benar satu-satunya cara agar tujuan tercapai ialah berjalan hingga akhir. (Mulyadi.2013)
7.4  Menghargai waktu
            Menghargai waktu adalah ketika seseorang dapat menggunakan waktu yang dimiliki untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat. Quality time atau waktu yang berkualitas merupakan refleksi dari berharganya setiap detik yang  dilalui. Sejatinya, dalam kehidupan manusia memang tidak ada waktu yang tidak berkualitas karena waktu merupakan sesuatu yang berharga untuk dimanfaatkan dalam kehidupan manusia (Hajar, 2006)
            Seorang muslim dianjurkan mengatur waktu dalam setiap kali melaksanakan kewajiban atau pekerjaan, baik yang bersifat agamawi maupun duniawi. Dengan pengaturan waktu, setiap pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik, sesuai rencana. Antara satu pekerjaan dengan pekerjaan tidak saling mengganggu (bertubrukan) atau mendahului (Qardhawi, 2002).
            Ciri orang yang menghargai waktu antara lain mereka tekun melaksanakan suatu pekerjaan, cekatan dalam bekerja, tabah menghadapi cobaan, tidak membuang waktu tanpa guna, menunaikan ibadah dengan sempurna, memiliki agenda harian yang terencana, menepati waktu, serta suka memberi nasihat yang membangun dalam beramar makruf nahi mungkar. Beberapa keuntungan bila kita menghargai waktu yaitu kita akan disukai dan diridai Allah dan Rasul-Nya, serta sukses dalam kehidupan, kehormatan diri dan masyarakat juga akan terangkat, negara pun akan maju dan makmur. Akibat yang ditimbulkan bila tidak menghargai waktu antara lain kita akan dipandang hina oleh masyarakat, akan mendapatkan kerugian dalam kehidupan dunia dan akhirat, serta masyarakat dan negara pun akan menjadi mundur (Yendra, 2007).
            Masyarakat yang tidak menghargai waktu cenderung tertinggal dibandingkan dengan masyarakat yang sangat menghargai waktu. Fakta membuktikan, ketertinggalan masyarakat di negara-negara berkembang dibandingkan negara maju, antara lain disebabkan oleh sikap mental masyarakat negara-negara berkembang yang kurang menghargai dan tidak disiplin terhadap waktu (Kasim, 2006).
7.5  Kerjasama
            Teamwork bisa diartikan bentuk kerja kelompok dengan keterampilan yang saling melengkapi serta berkomitmen untuk mencapai target yang sudah disepakati sebelumnya untuk mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien (Moekijat, 2009). Teamwork merupakan sarana yang sangat baik dalam menggabungkan berbagai talenta dan dapat memberikan solusi inovatif suatu pendekatan yang mapan, selain itu keterampilan dan pengetahuan yang beranekaragam yang dimiliki oleh anggota kelompok juga merupakan nilai tambah yang membuat teamwork lebih menguntungkan jika dibandingkan seorang individu yang cerdas sekalipun (Apriliya, 2007).
            Pemimpin identik sebagai pengatur dan tugas utama pemimpin adalah untuk menyelaraskan peran-peran anggota kelompok lain sehingga dapat melakukan kinerja dengan baik. Peran pemimpin dituntut untuk aktif dalam memecahkan berbagai masalah karena pemimpin merupakan tempat utama segala sesuatu berakhir, baik berupa keputusan, dorongan atau motivasi untuk melakukan suatu usaha dan pada akhirnya kepemimpinan yang menjadikan kerjasama dapat terbentuk secara stabil dalam mencapai pemenuhan tujuan (Widiarti, 2009).
7.6  Bekerja dengan pengetahuan (ilmu)
            Ilmu memiliki definisi yang sangat beragam dan dapat dilihat dari berbagai buku referensi atau kamus. Ilmu adalah penelusuran data atau informasi melalui pengamatan, pengkajian dan eksperimen, dengan menetapkan hakikat, landasan dasar ataupun asal usulnya. Ilmu adalah suatu cabang dari beragam pengetahuan dan kajian. Ia adalah cabang yang berkaitan dengan verivikasi ataupun pengujian hakikat, metode, dan konsep dasar yang dikaji melalui eksperimen dan premis.(Taufiq.2006)
            Islam sangat memperhatikan dan ilmu pengetahuan karena dengan ilmu pengetahuan manusia bisa berkarya, berprestasi dan mampu tampil  sebagai kholifah yaitu memakmurkan bumi. Dengan ilmu, manusia mampu beribadah dengan sempurna. Contoh orang Islam diwajibkan shalat, maka ia harus mengetahui ilmu-ilmu yang berhubungan dengan shalat, begitu juga dengan puasa, zakat dan haji, sehingga apa yang dilakukannya mempunyai dasar. Ilmu itu dibutuhkan dalam segala hal (Asy-Syuhud, 2009).
            Pentingnya tentang otang berilmu (‘alim) pengetahuan dan begitu berbahayanya orang yang tidak berpengatahuan (jahil), maka Islam mewajibkan kepada umatnya untuk senantiasa menuntut ilmu.Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah (Hasibuan, 2009).
7.7  Bekerja dengan memiliki keahlian
            Keahlian adalah suatu hal yang melekat pada diri seseorang. Keahlian berkaitan dengan kualitas dan kelebihan anda. Tanpa keahlian, anda bisa jadi adalah orang yang kurang berkualitas (Mawardi, 2007).     Keahlian merupakan keterampilan dari seorang ahli. Sedangkan ahli didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki tingkat keterampilan tertentu atau pengetahuan yang tinggi dalam subjek tertentu yang diperoleh dari pelatihan atau pengalaman.keahlian sebagai keberadaan dari pengetahuan tentang suatu lingkungan tertentu, pemahaman terhadap masalah-masalah yang timbul dalam lingkungan tersebut, dan keterampilan untuk memecahkan permasalahan tersebut (Thoha, 2005).
            Keahlian adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu terhadap sebuah peran. Hal itu adalah kemampuan yang dapat dipindahkan dari satu orang pada orang lain. Cara terbaik untuk mengajarkan sebuah keahlian adalah dengan memecah keahlian tersebut menjadi beberapa langkah, yang kemudian disusun kembali. Sedangkan cara terbaik untuk mempelajari suatu keahlian adalah dengan praktik (Buckingham, 2009).
7.8  Pengendalian mutu
            Perencanaan mutu bertujuan merancang operasi untuk memproduksi produk yang dapat memenuhi keinginan pelanggan. Perencanaan mutu merupakan langkah awal dari kegiatan operasi. Pengendalian mutu dilakukan untuk menjamin bahwa tujuan mutu yang diset dalam tahap perencanaan dapat dipenuhi selama produksi. Sedangkan peningkatan mutu dimaksudkan agar perusahaan secara selektif dapat mengidentifikasi dan mengimplementasikan perubahan dalam proses secara berkelanjutan (Herjanto, 2007). Sederhananya seorang pemimpin harus merencanakan apa yang hendak dilakukan, setelah semua berjalan dengan baik mutunya harus dikendalikan agar kebijakan bisa tetap berjalan dengan baik, kemudian harus ditingkatkan.
            Salah satu kunci penting untuk keberhasilan meningkatkan mutu secara berkelanjutan adalah pelatihan yang relevan dan efektif.Semua karyawan dapat diharapkan meningkatkan mutu kinerjanya bila telah mendapatkan pelatihan yang tepat, demikian pula semua pemimpin dapat memimpin penyelenggaraan MMT dengan berhasil bila mendapatkan pelatihan un-tuk itu. Cara berfikir semacam itu berbeda dengan cara berfikir konvensional yang mengatakan bah-wa untuk mendapatkan mutu perlu (perekrutan) karyawan yang lebih baik (Purwanto, 2008).
Melaksanakan pengendalian mutu berarti menggunakan pengawasan mutu sebagai dasar, melaksanakan pengendalian biaya, harga dan laba secara terintegrasi, pengendalian jumlah (jumlah produksi, penjualan, dan persediaan) dan tanggal pengiriman. Mutu adalah karakteristik barang atau jasa untuk kepuasan pelanggan. Pengendalian yang baik berarti memungkinkan standar mutu untuk direvisi secara tetap untuk mewujudkan suara konsumen dan pengaduan mereka maupun syarat-syarat untuk proses berikutnya (Mulianto, 2006).















KESIMPULAN DAN SARAN


A.    Kesimpulan
1.      Kepemimpinan merupakan kemampuan pemimpin untuk mempengaruhi anak buahnya dalam sebuah organisasi, sehingga mereka termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi.
2.      Hijrah adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam menjauhkan diri dari berbagai bentuk penyimpangan menuju tata aturan secara benar dan konsisten.
3.      Dekat dengan Allah akan membuat seorang manusia bisa mengenal dirinya sendiri, menjalin hubungan harmonis dengan lingkungannya dan tentu saja bisa menjalin hubungan harmonis dan bermakna dengan pencipta-Nya
4.      Pemimpin yang baik harus menghasilkan kebijakan yang efisien dan dalam pelaksanaannya harus efektif agar sesuatu yang terencana dengan baik bisa diselesaikan tepat seperti rencana.
5.      Manusia merupakan mahluk sosial sehingga terkadang membutuhkan pertolongan. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mau menolong orang yang kesusahan, tentunya menlong dalam hal kebaikan.
6.      Pemimpin yang bermoral baik akan memberikan kemakmuran bagi rakyatnya karena apa yang dikatakan sesuai dengan apa yang diperbuat, selalu menghindarkan diri dari perbuatan tercela serta konsisten dengan perkataannya.
7.      Profesional adalah bekerja dengan maksimal serta penuh komitmen dan kesungguhan sesuai kemampuannya. Jika seseorang bekerja sesuai dengan kemampuannya, maka akan melahirkan hal-hal yang optimal
B.     Saran
            Agar tercipta pemerintahan yang baik bisa mempelajari gaya kepemimpinan jaman Rasululloh karena Rasululloh merupakan suri tauladan yang baik bagi seluruh umat manusia di dunia ini. Banyak nilai positif yang bisa dipetik saat kepemimpinan Rasululloh. Ada berbagai cara yang bisa dilakukan untuk menciptakan pemerintahan yang baik seperti pemimpin itu dekat dengan Allah Swt, dalam melakukan sesuatu bersifat efisien, suka menolong, memiliki moral yang baik, serta bersifat profesional. Jika kesemuanya bisa dilakukan Insya Allah akan tercipta pemerintahan yang baik untuk dirinya selaku pemimpin maupun untuk seluruh masyarakat yang diaturnya.











DAFTAR PUSTAKA


Abbas, Adil Abdul Munin Abu. 2008. Ketika Menikah Jadi Pilihan. Almahira. Jakarta.


Abdul Aziz, Jum’ah Amin. 2010. Fiqih Dakwah Studi Atas Berbagai Prisip Dan Kaidah Yang Harus Djadikan Acuan Dalam Dawah Islamiyah. Adicitra Intermedia. Surakarta.


Abdurrahman, Fuad. 2010. Kisah Menakjubkan para Syuhada. Mizan Pustaka. Bandung.


Adz-Dzikra, Muhammad. 2008. Menikah dalam 27 Hari. Lingkar Pena Kreativa. Depok.


Ahmad, Saiyad Fareed. 2004. 5 Tantangan Abadi Terhadap Agama Dan Jawaban Islam Terhadapnya. Mizan Pustaka. Bandung.


Ahmadi, Abu. 2007. Psikologi Sosial. Rineka Cipta. Jakarta.


Al-Asyhar, Thobieb. 2005. Sufi Funky. Gema Insani Press. Jakarta.


Al-Khatib, Muhammad Abdullah. 2002. Makna Hijrah Dulu dan Sekarang. Gema Insani Press. Jakarta.


Al Mahfani, M. Khalilurrahman. 2008. Berkah Shalat Dhuha. Wahyu Media. Jakarta.

 

Al-Qahthani, Muhammad Sa’id. Muhammad Bin Abdul Wahhab dan Mohammad Qutb. 2006. Memurnikan Laa Ilaaha Illallah. Gema Insani Press. Depok.


Amrin, Abdulloh. 2006.  Strategi Pemasaran Asuransi Syariah. Grasindo. Jakarta.

 

Antonius Atoshoki Gea, Noor Rachmat, dan Antonina Panca Yuni Wulandari. 2006. Relasi dengan Tuhan. Elex Media Komputindo. Jakarta.


Apriliya, Seni.2007. Manajemen Sekolah Untuk Menciptakan Iklim Yang Kondusif. Visindo Media Persada. Jakarta.


Arif, kholiq. 2008. Khotbah Jumat : Pemberdayaan Masyarakat Sipil. Pustaka Pesantren : Yogyakarta.


Arifin, Gus. 2010. Menikah untuk Bahagia, Fiqh tentang Pernikahan dan Kamasutra Islam. Elex Media Komputindo. Jakarta.


Arimurti, ida. 2008. Renungan Ida Arimurti. Penerbit Hikmah (Mizan Publika). Jakarta.


Artana, I Wayan Arta. 2012. “Pengaruh Kepemimpinan,Kompensasi, Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Studi Kasus Di Maya Ubud Resort & Spa”. Jurnal Perhotelan dan Pariwisata, Vol. 02, No. 01: 66-80.


Aswadi. 2011. “Reformulasi Epistemologi Hijrah Dalam Dakwah”. Islamica, Vol. 05, No. 02: 339-353.


Asy-Syuhud, Syaikh Ali bin Nayif. 2009. Shahih Fadhilah Amal. Aqwam. Solo.


Asy-Sya’rawi, Muhammad Mutawalli. 2007. Anda Bertanya Islam Menjawab. Gema Insani Press. Depok


Asyarqowi, Abdurrahman. 2010. Abu Bakar Ash Shidiq. Syigma Publishing. Bandung.


Bakhri, M. Syaiful dan M. Irham Zuhdi. 2003. Oase Spiritual Jilid 4, Hikmah dalam Ujaran & Kisah. Erlangga. Jakarta.


Brahmasari, Ida Ayu dan Agus Suprayetno. 2008. “Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan serta Dampaknya pada Kinerja Perusahaan (Studi kasus pada PT. Pei Hai International Wiratama Indonesia). Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 10, No. 02: 124-135.
 


Buckingham, Marcus dan Curt Coffman. 2009. Pertama, Langgar Semua Aturan: hal-hal yang dilakukan secara berbeda oleh para manajer terhebat dunia. Azkia Publisher. Jakarta.


Budiono, Machfudin. 2010. Teori Kepemimpinan. Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.


Burhanuddin. 2009. Analisis Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan. Bumi Aksara. Malang.


Chodjim, Ahmad. 2000. Alfatihah. Serambi Ilmu Semesta. Jakarta.


Darajat, Zakiah. 2007. Bina Nilai-Nilai Moral di Indonesia. Bulan Bintang. Jakarta.


Dewi, Sarita Permata. 2012.”Pengaruh Pengendalian Internal dan Gaya Kepemimpinan Terhadap  Kinerja Kariawan SPBU Jogjakarta(Study Kasus Pada SPBU Anak Cabang Perusahaan RB.Group)”. Jurnal Nominal, Vol 1.no.1.


Din, Dato’ Dr. Haron. 2007. ISLAM: Rujukan Efektif Akhlak Mulia. PTS Millennia SDN, BHD. Selangor.


Eaton, Gai. 2006. Islam Dan Takdir Manusia. Suluh Press. Yogyakarta.


Fatah, Munawir Abdul. 2005. Pantulan Cahaya Rasul. Pustaka Pesantren. Yogyakarta.


Gerungan, W.A. 2009. Psikologi Sosial. Refika Aditama. Bandung.


Gomulya, Berny. 2009. The Leader in YOU! Rahasia Memimpin Tanpa Kekuasaan untuk Menuju Puncak Kesuksesan ANDA!. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


Hafidhuddin, Didin dan Hendri Tanjung. 2003. Manajemen Syariah dalam Praktik. Gema Insani Press. Jakarta.


Hajar, Ibnu. 2006.  Ringkasan Targhib wa Tarhib. Pustaka Azam. Jakarta.


Hasan,Abdillah Firmanzah. 2009. 15 Cara Nyata Memperoleh Rezeki Berlimpah. Wahyudin. Jakarta.


Hasan, Sidik dan Abu Nasma. 2008. Let’s Talk about Love. Tiga Serangkai. Solo.


Hasibuan, Malayu. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi  Aksara. Jakarta.


Herjanto, Eddy. 2007. Manajemen Operasi, edisi ke-3. Grasindo. Jakarta.


Hernowo. 2003. Andaikan Buku itu Sepotong Pizza: Rangsangan Baru untuk Melejitkan “Word Smart”. Penerbit Kaifa. Bandung.


Ichsanudin. 2007. Kaya Mendadak. Al-Ihsan Media Utama. Jakarta.


Imarah, M. 2008. Karakteristik Metode Islam. Media Da’wah. Jakarta.


Irianto, Anton. 2006. Born to Win, Sukses Menjual, Steps to be a Sales Master. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


Jahja, Yudrik. 2011. Psikologi Perkembangan. Kencana. Jakarta.


Jazuli, Ahzami Samiun. 2006. Kehidupan Dalam Pandangan Alquran. Gema Insani Press. Jakarta.


Jazuli, Ahzami Sami’un. 2006. Hijrah dalam Pandangan Al-Qur’an. Gema Insani Press. Jakarta.


Kartakusumah, Berliana. 2006. Pemimpin Adiluhung, Genealogi Kepemimpinan Kontemporer.  Penerbit Teraju. Jakarta.


Kasim, Muslim. 2006. Karakteristik Kemiskinan di Indonesia dan Strategi Penanggulangannya. Indomedia. Jakarta.


Kouzes, James and Barry Z.Posner. 2010. The Leadership Challenge. Erlangga. Jakarta.




Luth, Tohir. 2010. Antara Perut dan Etos Kerja dalam Perspektif Islam. Gema Insani Press. Jakarta.


Malahayati. 2010. I’M THE BOSS. Jogja Publisher. Yogyakarta


Manis, Hoeda. 2010. Learning is Easy. Tip dan Panduan Praktis agar Belajar Jadi Asyik, Efektif, dan Menyenangkan. Elex Media komputindo. Jakarta.


Marjukah, Anis. 2013.” Perlunya Mempelajari Kepemimpinan Dalam Kehidupan Manusia Sehari Hari”. Kiat Bisnis, Vol. 05, No. 02: 175-184.


Maulizar, dkk. 2012. “Pengaruh Kepemimpinan Transaksional Dan Transformasional Terhadap Kinerja Karyawan Bank Syariah Mandiri Cabang Banda”. Jurnal Manajemen Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, Vol. 01, No. 01:58-65.


Mawardi, Dodi. 2007. Lulus Kuliah Cari Kerja? Kuno !!. Elex Media Komputindo. Jakarta.


Mochlisin. 2007. Kewarganegaraan. Interplus. Jakarta.
 


Moekijat, 2009. Tata kerjasama dalam kantor. Cetakan kedelapan. Mandar Maju. Bandung.


Moeldjono, Djokosantoso. 2008. More About Beyond Leadership. Elex Media Komputindo. Jakarta.


Muhaemin. 2008. Al-Quran dan Hadis untuk Kelas VII MTS. Grafindo Media Pratama. Bandung.


Muhammad, Ahmad A.A. 2004. Strategi Hijrah. Tiga Serangka. Solo.


Mulianto, Sindu, Eko Ruddy Cahyadi dan M. Karebet Widjajakusuma. 2006. Panduan Lengkap Supervisi Diperkaya Perspektif Syariah. Elex Media Komputindo. Jakarta.


Mulyadi, Elis. 2013.Mimpi Sejuta Rupiah. Mizan Pustaka. Bandung.


Murad, Mushthafa. 2007. Kisah Hidup Ali Ibn Abu Thalib. Penerbit Zaman. Jakarta


Mustafa, Al Ghalayini. 2006. Menggapai Keluhuran Akhlak. Pustaka Amani. Jakarta.


Muzadi,Hasyim, Syafii Maarif dan Didin Hafinudin,.2004.Refleksi Tiga Kiai. Republika.Jakarta.


Nain, Ahmad Ahukri Mohd dan Rosman Md Yusoff. 2003. Konsep, Teori, Dimensi dan Isu Pembangunan. Universiti Teknologi Malaysia. Johor Darul Ta’zim.


Nasirudin. 2008. Kisah Keadilan Para Pemimpin Islam. Republika. Jakarta.


Nurdin, Ali. 2006. Menelusuri Konsep Masyarakat Ideal dalam Alquran. Gelora Aksara Pratama. Jakarta.


Nurkholis, Mujiyo.2006. How to Love Rasulullah, for kids!. Mizan Publika. Bandung.


Prabowo, Akhmad Jenggis. 2011. Kebangkitan Islam. NFP Publishing. Yogyakarta.


Purwanto, Yadi. 2008. Makalah: Manajemen. Cendekia Informatika. Jakarta.


Qardhawi, Yusuf dan Fahmi Huwaidy. 2002. Waktu, Kekuasaan, Kekayaan Sebagai Amanah Allah. Gema Insani Press. Jakarta.


Qardhawi,Yusuf. 2009. Fiqih Jihat : Sebuah Karya Monumental Terlengkap Tentang Jihat Menurut Al Qur’an dan Sunnah. Mizan Pustaka : Bandung.


Qomar, Mujamil. 2006. Epistemologi Pendidikan Islam dari Metode Rasional Hingga Metode Kritik. Erlangga. Jakarta.


Quthb, Muhammad Ali. 2009. 36 Perempuan Agung di Sekitar Rasulullah SAW. Mizan Pustaka. Bandung.


Rahmat, Budhy Munawar. 2010. Argumen Islam untuk liberalisme. Grasindo. Jakarta.


Ramli, M. Idrus. 2006. “Ketidakjujuran Aktivis Gender, Kritik Buku “Wajah Baru Relasi Suami-Istri, Telaah Kitab ‘Uqud Al-Lujayn”, Jurnal Kajian Islam Al-Insan, Vol. 2, No. 3: 81.


Razak, Abdul. 2009. Kemampuan Membaca, Program Study Bahasa Indonesia, UNRI. Pekanbaru


Rifa’i, 2006. 300 Hadits Bekal Dakwah. Wicaksana, Semarang.


Rivai, Veithzal. 2007. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Raja Grafindo Persada. Jakarta.


Robiyanto. 2005. Kepemimpinan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.


Sa’aduddin, Iman Abdul Mukmin. 2009. Meneladani Akhlak Nabi Membangun Kepribadian Muslim. Rosdakarya. Semarang.


Safaria, Triantoro dan Kunjana Rahardi. 2008. Menjadi Pribadi Berprestasi. Grasindo. Jakarta.


Sagala, Syaiful. 2011. Administrasi Pendidikan Kontemporer. Alfabeta. Bandung.


Saleh, Faisal, dkk. 2006. Hikmah At-Tasyri’ Wa Falsafatuhu. Gema Insani. Depok.


Santisa, Jalu Eko. 2010. Life Balance Ways: Jalan-jalan Keseimbangan untuk Hidup Lebih Bermakna dan Mulia. Elex Media Komputindo. Jakarta.


Santosa, Ippho.2010. Percepatan Rezeki Dalam 40 Hari Dengan Otak Kanan. Elex Media Komputindo. Jakarta.


Sarwono, Sarlito Wirawan. 2009. Psikologi Sosial: Psikologi Kelompok Dan Psikologi Terapan. Balai Pustaka. Jakarta:


Sasmita, Suryadi. 2003. Top Secrets of Success, Rahasia Menuju Sukses. Elex Media Komputindo. Jakarta.


Shaleh, Abdul Rahman dan Muhib Abdul Wahab. 2004. Psikologi: Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam. Kencana. Jakarta.


Shihab, M. Quraish. 2007. Secercah Cahaya Ilahi, Hidup Bersama Al-Quran. Mizan Pustaka. Bandung.


Sholikhin, Muhammad. 2008. Hadirkan Allah di Hatimu, 236 Kiat Sufisme Al-Qur’an Menggapai Puncak Makrifatullah. Tiga Serangkai. Solo.


Simandjuntak, Herris B. 2004. The Power of Values in the Uncertain Business World, Refleksi Seorang CEO. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
 


Simanjuntak, SH, PNH, 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Grasindo. Jakarta.


Siroj, Said A. 2006. Tasawuf sebagai Kritik Sosial.Mizam Pustaka : Bandung


Soeyoeti. 2006. Pendidikan Agama Islam untuk SMU. Direktora Jendral Pembina Kelembagaan Agama Islam. Jakarta.


Somadoyo, Samso. 2011. Strategi Dan Teknik Pembelajaran Membaca. Graha Ilmu. Yogyakarta.


Sudjito. 2012. Kongres Pancasila IV. PSP UGM. Yogyakarta.


Sukayat, Tata. 2009. Quantum Dakwah. Rineke Cipta. Jakarta.


Sunarto, Ahmad, dkk, 2011, Tarjamah Shahih Bukhari. Assyifa. Semarang.


Susetya, Wawan. 2005. Perdebatan Langit dan Bumi, Menguak Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Republika. Jakarta.


Sya’rawi, Mutawalli. 2012. Dosa-Dosa Besar. Gema Insani Press. Jakarta.


Tarigan, Azhari Akmal. 2013. Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi, Sebuah Eksploitasi Melalui Kata-Kata Kunci dalam Al-Qur’an. Citapustaka Media Perintis. Bandung.


Tarigan, Hendry Guntur. 2006. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Angkasa. Bandung.


Tasmara, Toto. 2002. Membudayakan Etos Kerja Islami. Gema Insani Press. Jakarta.


Taufiq, Muhammad Izzuddin.2006. Pisikologi Islam. Gema Insani Press. Jakarta.

 

Thoha, Miftah, 2005. Kepemimpinan Dalam Manajemen. Rajawali. Jakarta.


Tohari, A. Hamiem. 2005. ISLAM Rahmat Bagi Alam Semesta, Untaian Ceramah Penyejuk Hati. Alifia Books. Jakarta.


Tutur, Chundori., dkk., 2013. Pendidikan Agama Islam. UPT Percetakan dan Penerbitan, Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.


Wagino, Asnan. 2007. Menabur Mutiara Hikmah. Mizan. Jakarta.


Watloly, Aholiab. 2001. Tanggung Jawab Pengetahuan: Mempertimbangkan Epistemologi Secara Kultural. Kaninus. Yogyakarta.


Wibowo, Udik Budi. 2011. Teori Kepemimpinan. BDK. Yogyakarta.


Widiarti dan Suranto. 2009. Konsep Mutu Dalam Pendidikan Vokasi. Sindur. Semarang.


Widodo, Sugeng. 2010. Mindset Islami Seni Menikmati Hidup Penuh Kebahagiaan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


Winarta, Frans Hendra. 2009. Pro Bono Publico, Hak Konstitusional Fakir Miskin untuk Memperoleh Bantuan Hukum. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


Wirawan, Paulus Bambang. 2007. Built to Bless, The 10 Commandments to Transform Your Visionary Company – Built to Last – to a Spiritual Legacy. Elex Media Komputindo. Jakarta.


Wuryanano. 2009. Mengapa Doa Saya Selalu Dikabulkan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


Yendra, Melvi dan Mira Rainayati. 2007. Ensiklopedia untuk Anak-Anak Muslim (3). Pustaka Oasis. Bandung.


Yusmansyah, Taofik. 2006. “Akidah dan Akhlak, untuk Kelas VIII Madrasah Tsanawiyah”. Grafindo Media Pratama : Bandung.


Zarman, Wendi. 2011. Ternyata Mendidik Anak Cara Rasulullah itu Mudah dan Lebih Efektif. Ruang Kata. Jakarta.


Zulkifli. 2013. Kepemimpinan Nasional Dalam Sejarah Perjalanan Bangsa: Dari Pemimpin Pergerakan, Pemimpin Pejuang, Pemimpin Pembangun ke Pemimpin yang Baik. Fisip Universitas Sriwijaya. Palembang.


Share this article :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "Makalah Kepemimpinan"