Kabupaten Purbalingga hingga saat ini masih terus
melakukan berbagai pembangunan dalam berbagai sektor. Contoh pembangunan
tersebut adalah membangun yang sebelumnya belum ada ataupun memperbaiki sesuatu
yang sudah ada sebelumnya. Meskipun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purbalingga
menyatakan tujuan pembangunan tersebut untuk kebaikan bersama, akan tetapi pada
kenyataannya proses pembangunan tersebut tidak terlepas dari pro dan kontra.
Salah satu proyek yang menuai pro kontra adalah
proyek pembangunan di sepanjang jalan Jenderal Soedirman (Jensoed) barat hingga
jalan M.T. Haryono. Permasalahan utama pada jalan Jensoed barat yaitu
dibangunnya median jalan, sedangkan jalan tersebut merupakan jalan satu arah
dari barat menuju timur. Setelah pembangunan median jalan ini rampung, Pemkab memastikan bahwa jalan
ini akan menjadi dua arah. Hal ini tentu menjadi polemik tersendiri mengingat
jalan Jensoed barat merupakan kompleks pertokoan dan sebagian badan jalan
digunakan untuk parkir sehingga jalan ini dibuat searah. Pembangunan median
jalan menyebabkan lebar jalan menjadi menyempit, apalagi dengan arus lalu
lintas yang dibuat dua arah. Kondisi ini semakin diperparah karena sebelumnya
Pemkab melalui dinas terkait sama sekali belum pernah melakukan uji coba jalan
Jensoed barat menjadi dua arah. Pemkab dengan beraninya membangun sesuatu yang
belum pernah diujicobakan, tentu wajarlah masyarakat yang bersikap kontra akan
keputusan Pemkab ini.
Sebagai efek dari pembangunan median jalan,
mengantisipasi potensi kemacetan, maka Pemkab Purbalingga menempuh jalan yang
ekstrim yaitu mengurangi ukuran trotoar. Mungkin hanya Purbalingga yang
mempersempit ukuran trotoar, disaat daerah lain sedang berupaya melebarkan
trotoar dan menjadikannya menjadi ramah pejalan kaki, ataukah penulis yang
tidak mengetahuinya, entahlah. Pengurangan ukuran trotoar sebesar setengah
meter ini sangat terasa, apalagi ketika trotoar baru di jalan Jensoed barat
bertemu dengan trotoar lama di jalan A.Yani (persimpangan utara Taman Kota
Usman Janatin). Pembangunan trotoar baru ini bukan hanya di jalan Jensoed
barat, namun memanjang ke barat di jalan M.T.Haryono hingga persimpangan
Karangsentul. Sebagai konsekuensinya, pohon-pohon besar peneduh di sepanjang
jalan M.T.Haryono harus ditebang hingga ke akar-akarnya demi pembangunan
trotoar yang baru ini. Jalan yang sebelumnya nampak rimbun dan hijau saat ini
nampak panas dan gersang. Selain itu, trotoar baru ini justru menggunakan
keramik berwarna merah polos dan halus, bukan menggunakan paving block pada
umumnya. Penggunaan keramik dinilai membahayakan pejalan kaki karena trotoar
menjadi licin, apalagi ditambah curah hujan yang tinggi sehingga berpotensi
menyebabkan pejalan kaki menjadi terpeleset. Sudah terdapat kasus lansia
terpeleset di trotoar baru Bobotsari yang juga menggunakan keramik.
Adanya pernyataan kontra dari masyarakat hendaknya
dapat menjadi saran dan pembelajaran bagi Pemkab demi pembangunan Purbalingga
yang lebih baik lagi. Pembangunan hendaknya jangan hanya asal membangun “yang
penting ada pembangunan”, akan tetapi sesuai dengan urgensitasnya mengingat
masih banyaknya titik di Purbalingga yang membutuhkan sentuhan
pembangunan. Selain itu, pembangunan
yang berdampak pada arus lalu lintas, sebelumnya harus sudah dilakukan uji coba
sehingga dampak pembangunan tersebut dapat diketahui sebelumnya dan dapat
diketahui proyek tersebut layak atau tidak untuk dilaksanakan.
Penulis:
Rio Adhitya Cesart
Sumber Gambar: FB PCNJ
0 Komentar untuk "Pembangunan Purbalingga Tanpa Rencana"