Rio Adhitya Cesart

Kita Berbagi Masalah Kita Berbagi Solusi

Antara Kita dan Timur Tengah

Jagat media sosial akhir-akhir ini selalu dipenuhi obrolan mengenai agama dan politik. Terakhir yang paling menyedot perhatian tentu tulisan dari Afi Nihaya Faradisa mengenai identitas agama yang didapatkan oleh seseorang. Namun penulis tidak tertarik membahas hal tersebut karena sudah banyak yang mengulasnya, baik dari sisi pro maupun kontra. Penulis lebih tertarik membahas mengenai opini seseorang yang sering membandingkan antara kondisi Islam di Indonesia dengan di Timur Tengah. Opini yang sering berkembang yakni Islam di Indonesia lebih baik daripada Islam di Timur Tengah.
Opini tersebut berkembang di masyarakat karena melihat kondisi di Timur Tengah yang tengah dilanda peperangan. Alhamdulilah nasib baik di Indonesia kondisi masih aman terkendali, serta kondisi umat islam masih tergolong solid meskipun sempat diterpa berbagai isu sensitif. Kondisi yang demikian patut kita syukuri, akan tetapi tak perlulah kita terus-terusan membandingkan dengan kondisi di Timur Tengah
Sejatinya, kondisi umat muslim di Negara Timur Tengah macam Suriah, Mesir, Libya dan lainnya itu serupa dengan kondisi di Indonesia. Kondisi umat Islam cukup solid, hanya yang membedakan adalah disana pemimpinnya sangat keras terhadap kepentingan asing dan didukung oleh rakyatnya. Percayalah bahwa saat ini mayoritas negara di dunia tidak menginginkan peperangan, bukan karena alasan perdamaian, akan tetapi dikarenakan perang memerlukan biaya yang besar. Nasib baik jika dapat menang peperangan, namun apabila kalah, tak ada satupun yang didapat padahal sudah mengeluarkan modal yang sangat besar pula. Oleh karena itu saat ini yang terjadi adalah perang hemat biaya, yaitu perang pemikiran yang sangat halus namun sangat licik.
Berbagai cara halus sudah dilakukan oleh pihak-pihak tertentu untuk menguasai aset vital di berbagai negara Timur Tengah, tanpa perlu dijelaskan para pembaca pasti sudah mengetahui pihak-pihak mana yang dimaksud. Akan tetapi masyarakat dan pemerintahnya masih solid sehingga terpaksalah dipilih opsi terakhir yaitu dengan menyerang negara tersebut atau dengan kata lain melakukan agresi atau invasi. Tentu saja tidak dapat tiba-tiba melakukan serangan, akhirnya dibentuklah opini untuk mendukung upaya perang tersebut.
Para pembaca tentunya masih ingat Saddam Husein yang dituduh memiliki senjata pemusnah masal, namun hingga sekarang tak ada buktinya. Kita juga masih ingat Moamar Khadafi dan Husni Mubarak yang dituduh otoriter di Libya dan Mesir sehingga perlu dilengserkan, nyatanya di kedua negara tersebut sebelum terjadi peperangan adalah negeri yang makmur. Terakhir yang hingga saat ini masih dapat kita saksikan yaitu konflik di Suriah, tentunya Bashar Al Ashad dituduh sebagai tokoh yang otoriter, namun karena tidak terlalu direspon oleh dunia sehinggaa dibuatlah boneka bernama ISIS untuk melegalkan serangan mereka terhadap Suriah. Setelah mereka mendapatkan alasan legal untuk melakukan serangan, tentunya mereka dapat dengan leluasa melakukan agresi militer, baik secara langsung maupun melalui kaki tangan mereka.
Hal lain yang perlu kita ingat adalah Negara Timur Tengah yang saat ini sedang berperang tersebut sebelumnya merupakan negara yang makmur. Sumber daya alam khususnya dari sektor minyak melimpah, negara memberikan subsidi kepada warganya baik berupa subsidi pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Angka kriminalitas tergolong rendah, bahkan Suriah termasuk negara dengan angka kriminalitas terendah terendah. Logika sederhana saja, rakyat mana yang hendak memberontak dengan segala fasilitas yang telah diberikan oleh pemerintah tersebut. Apabila tidak denan diplomasi adu domba yang sangat licik, tentunya jalan terakhir adalah melakukan agresi dengan alasan yang dibuat-buat.
Saat ini banyak yang membusungkan dada karena kondisi di Indonesia tidak terjadi peperangan macam di Timur Tengah. Kita patut mengucapkan syukur alhamdulilah karena tidak terjadi peperangan, namun tak perlulah kita terus membandingkan dan cenderung menjelek-jelekan negara Timur Tengah. Sesungguhnya jika kita mau berpikir lebih jauh mengapa negara adikuasa tersebut tidak mengagresi Indonesia, hal itu dikarenakan tanpa agresi pun sebagian besar sendi ekonomi Indonesia sudah dikuasai oleh asing, jadi untuk apa asing menyerang pundi-pundi uang mereka? Cukup menggunakan diplomasi licik sehingga kondisinya macam sekarang, sendi-sendi ekonomi kita sudah dikuasai oleh asing. Pribumi hanya dapat memandang dan berperan sebagai konsumen.
Sebagai konklusi dari tulisan ini, penulis menggambarkan lagi secara ringkas maksud tulisan ini. Intinya adalah kita tak perlu terlalu membanggakan diri karena kondisi di Indonesia tidak terjadi peperangan macam di Timur Tengah. Negara teluk berperang bukan karena persatuan Islam mereka lemah, akan tetapi karena berbagai diplomasi licik yang dilancarkan tidak memberikan pengaruh sehingga jalan terakhir yaitu melalui invasi militer. Indonesia tidak sampai fase ini karena sebagian besar sendi ekonomi kita sudah dikuasai asing sehingga tidak mungkin negara-negara adikuasa akan menyerang Indonesia secara membabi buta karena sama saja mereka menghancurkan pundi-pundi uangnya.

Opini dari: Rio Adhitya Cesart
Share this article :
+
Previous
Next Post »
1 Komentar untuk "Antara Kita dan Timur Tengah"

Lebih gajam dikit lagi Bang. Biar lebih jelas. Siapa dn bagaimana strategi penyeranagan licik, ekonomi, pemikiran, soaial, yg dihadapkn pd NKRI. Thanks.