Rio Adhitya Cesart

Kita Berbagi Masalah Kita Berbagi Solusi

Kaleidoskop 188 Tahun Kabupaten Purbalingga

Kabupaten Purbalingga adalah sebuah kabupaten di Jawa Tengah yang terletak di lereng sebelah tenggara dari Gunung Slamet. Sejarah Purbalingga sangat panjang, bahkan menurut hasil penelitian ditemukan fakta bahwa Purbalingga adalah pusat perbengkelan jaman prasejarah, serta menjadi pemukiman pertama orang di Pulau Jawa pasca migrasi dari daratan Asia maupun dari Kutai sebelum akhirnya menyebar lagi ke Jawa Barat mendirikan kerajaan Tarumanegara maupun kea rah timur menjadi cikal bakal kerajaan Mataram Hindu, Majapahit dan sebagainya. Meski demikian, hari lahir Kabupaten Purbalingga secara resmi ditetapkan tanggal 18 Desember 1830 Masehi mengacu pada surat keputusan dari Pemerintah Kolonial Belanda saat itu yang menetapkan Purbalingga resmi menjadi Kabupaten yang terpisah dari Banyumas.
Tulisan kali ini akan spesifik membahas gambaran Kabupaten pada tahun 2018 demi menyongsong HUT Kabupaten Purbalingga ke 188. HUT kali ini tergolong special karena serba “18”. Purbalingga memiliki 18 Kecamatan, merayakan HUT ke 188 pada tahun 2018. Meski Nampak special, ada beberapa catatan yang dapat dijadikan pembenahan agar Purbalingga lebih baik lagi.
Masyarakat Purbalingga tentu masih sangat mengingat berita yang menggemparkan tahun ini, yakni operasi tangkap tangan KPK terhadap Bupati nonaktif Tasdi, SH., MM. Hal ini menunjukkan Purbalingga sedang darurat korupsi dari tingkat atas hingga tingkat desa karena ada beberapa kepala desa yang juga terlibat rasuah meski dalam kasus yang berbeda-beda. Saat ini citra Pemkab Purbalingga sedang tercoreng, oleh karena itu butuh kerja keras, kerja cerdas maupun kerja ikhlas dari seluruh jajaran Pemkab Purbalingga agar tercipta pemerintahan yang transparan, bersih dan bebas dari korupsi agar kepercayaan rakyat kepada Pemkab dapat pulih.
Pembangunan infrastruktur maupun ekonomi juga masih menjadi masalah utama di Kabupaten Purbalingga. Terkait infrastruktur kita masih dengan mudah menjumpai proyek yang tidak terkonsep secara matang serta tidak terlalu mendesak untuk dilaksanakan. Ambilah contoh kasus trotoar jalan Jensoed Barat ketika keramik yang sudah terpasang harus dibongkar lagi dan diganti yang baru karena spesifikasinya tidak sesuai untuk luar ruangan. Proyek lain seperti pembuatan median jalan di Bobotsari sehingga jalan semakin sempit, proyek jembatan Pepedan Tegalpingen yang putus kontrak tahun 2017 dan kembali meleset jauh dari target di tahun 2018, serta proyek Purbalingga Islamic Center yang kini menjadi proyek mangkrak pasca kasus Bupati non aktif. Kasus lain sebenarnya masih banyak, namun cukuplah empat proyek tersebut sebagai contoh. Hal ini menunjukkan Pemkab hingga saat ini belum memiliki skala prioritas dalam pembangunan sehingga terkesan “sing penting mbangun senajan mbuh apa jane sing dibangun”.
Terkait ekonomi, Purbalingga masih termasuk zona merah kemiskinan, bahkan menurut data terbaru perekonomian Purbalingga lebih rendah dari Banjarnegara. Hal ini menjadi sangat ironis mengingat selama ini Purbalingga selalu menggembargemborkan diri sebagai Kabupaten Industri pro investasi, ditandai dengan banyaknya pabrik yang berdiri, baik milik dalam maupun luar negeri. Akan tetapi mengapa hingga saat ini kebijakan ekonomi yang ada belum dapat mengangkat purbalingga dari posisi sebagai daerah termiskin di eks Karesidenan Banyumas? Ini adalah pekerjaan rumah bersama yang musti diselesaikan secara bersama antara masyarakat dan tentunya disokong oleh kebijakan Pemkab yang benar-benar terasa manfaatnya, bukan hanya sekedar mengejar nama, citra, apalagi sekedar mengejar MURI seperti yang pernah dilakukan beberapa tahun lalu.
Selanjutnya terkait Pariwisata, tahun 2016-2017 dapat dikatakan sebagai tahun keemasan pariwisata, ketika desa wisata banyak menjamur di wilayah Kabupaten Purbalingga dari segala penjuru. Namun kondisi tersebut berbalik di tahun 2018, desa wisata yang ada mulai berguguran dan menghilang ditelan waktu. Hal ini disebabkan wisata yang ditawarkan hanya berupa wisata selfie, sedangkan kebanyakan orang setelah mengunjungi lokasi, foto-foto, upload di social media, lalu mencari lokasi baru lain yang belum pernah dikunjungi sehingga kecil kemungkinan wisata tersebut untuk dikunjungi kembali. Oleh karena itu pekerjaan rumah yang dihadapi oleh pengelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) adalah bagaimana caranya menghadirkan konsep wisata tematik, bukan hanya wisata selfie semata sehingga pengunjung menjadi memiliki ketertarikan untuk berkunjung kembali karena ada poin lebih yang ditawarkan.
Terakhir yang akan dibahas yakni mengenai kekeringan. Purbalingga sebenarnya termasuk daerah yang beruntung karena menurut analisis dari BMKG, Purbalingga merupakan daerah di Jawa Tengah yang paling terakhir memasuki musim kemarau dan paling awal memasuki musim hujan. Dengan demikian musim kemarau di Purbalingga dapat dikatakan paling singkat dibandingkan kabupaten lain di Jawa Tengah. Namun berita yang membuat miris, justru Purbalingga menjadi daerah yang paling parah terdampak kemarau di Jateng tahun 2018, padahal predikat ini biasanya melekat pada daerah Jateng sisi timur seperti Wonogiri, Grobogan maupun daerah lain dengan musim kemarau yang panjang. Hal ini menunjukkan kondisi alam Purbalingga sedang tidak sehat, banyak kerusakan sehingga air tanah cepat menghilang. Oleh karena itu, mumpung sekarang sudah memasuki musim hujan kita galakkan kembali penghijauan khususnya di daerah-daerah kritis. Pembangunan harus berwawasan lingkungan, serta munculnya kesadaran dari tingkatan paling bawah untuk mencintai lingkungan sehingga resiko bencana alam kekeringan saat kemarau maupun banjir longsor saat musim hujan dapat dikurangi
Demikian sekelumit hal terkait Purbalingga di tahun ini yang dapat dijadikan sebagai sarana untuk memperbaiki diri agar Purbalingga dapat melaju menjadi kabupaten yang mandiri, berdaya saing, menyongsong masa depan gemilang, menuju masyarakat sejahtera, beriman dan berahlak mulia. Pembangunan yang ada harus memiliki skala prioritas, mana yang seharusnya didahulukan, mana pembangunan yang berdampak nyata pada perekonomian masyarakat. Pemkab harus terus bergerak maju memperbaiki citra dan kinerjanya, serta didukung oleh peran aktif masyarakat agar harapan Purbalingga yang maju tersebut dapat terwujud. Dirgahayu Kabupaten Purbalingga ke 188 tahun, 18 Desember 1830-2018. Prasetyaning Nayaka Amangun Praja.

Opini dari: Rio Adhitya Cesart
Penulis merupakan masyarakat Kabupaten Purbalingga yang sekarang tengah merantau
Sumber gambar dari: radarmas.com , satelitpost.com , braling.com , travelingyuk.com , wabup.purbalinggakab.go.id




Share this article :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "Kaleidoskop 188 Tahun Kabupaten Purbalingga"